REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai calon panglima TNI.
"Kontras mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo atas penunjukan calon Panglima TNI, Gatot Nurmantyo," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/6).
Kontras menganggap bahwa penunjukan Panglima TNI dari kesatuan Angkatan Darat mengganggu kebiasaan rotasi antar kesatuan. Saat ini sesuai kebiasaan adalah 'jatah' kesatuan Angkatan Udara.
Dia mengakui bahwa betul tidak ada aturan dalam UU TNI soal rotasi tersebut, dan menjadi kewenangan Presiden sejak jaman Presiden Abdurahman Wahid hingga Soesilo Bambang Yudhoyono. "Joko Widodo harus paham bahwa kebiasaan juga merupakan hukum yang berlaku secara tidak tertulis dan ada tujuan dibalik kebiasaan tersebut dibuat," katanya.
Untuk itu, ujar dia, bila kebiasaan tersebut diputuskan untuk dihilangkan, maka harus dijelaskan apa tujuannya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penunjukan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai calon panglima TNI sudah dibicarakan sebelumnya dengan Presiden Joko Widodo.
"Pokoknya sudah diajukan ke DPR kita sudah bicara sebelumnya," kata Wapres usai membuka Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian di Jakarta, Rabu (18/6).
Wapres menyebutkan tidak ada aturan undang-undang terkait penggiliran jabatan panglima. Aturan menyatakan bahwa calon panglima pernah menjabat kepala staf dan bintang empat.