REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno meminta semua pihak untuk menghormati keputusan presiden Jokowi yang menunjuk KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon Panglima TNI.
Ia percaya keputusan tersebut tidak akan menimbulkan polemik di tubuh TNI.
"Apapun yang diputuskan harus diterima, itu hak prerogatif presiden dan tidak boleh kita komentari lagi. Ini nggak akan menyebabkan gesekan. Apapun yang diputuskan oleh pimpinannya, (prajurit) akan loyal," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/6).
Tedjo mengatakan, ketiga Kepala Staf memenuhi syarat menjadi calon panglima. Ia pun menegaskan, tidak ada kewajiban untuk menggilir matra dalam penentuan calon Panglima.
Dalam Pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
"Tidak ada istilah bergiliran. Ini kan 'dapat', bisa dilakukan atau tidak. Jadi terjemahkan ini, ini kewenangan presiden, siapa yang memilih. Tidak ada undang-undang yang dilanggar. Dan saya yakinkan, tidak ada polemik apapun di internal TNI," jelasnya.
Oleh karena itu, Tedjo mengatakan, jika posisi Panglima TNI harus digilir secara berurutan antara TNI AD, TNI AU dan TNI AL, maka undang-undang yang ada harus direvisi. "Kalau harus bergiliran, ubah undang-undangnya. Itu saja," kata Tedjo.