Ahad 07 Jun 2015 23:44 WIB

Yogya Disurvei Jadi Kota Paling Cocok Gantikan Jakarta

 Jalan Malioboro di Yogyakarta.
Foto: Antara/Noveradika
Jalan Malioboro di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei yang dilakukan Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan, Daerah Istimewa Yogyakarta paling cocok menjadi ibu kota negara menggantikan DKI Jakarta.

"DIY dianggap cocok sebagai pengganti Jakarta yang sudah berlebih jumlah populasinya dan mengalami masalah lingkungan," kata Juru Bicara KedaiKOPI Hendri Satrio dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (7/6).

Menurut dia, survei dilakukan KedaiKOPI terhadap 250 responden di kawasan bisnis Sudirman, Thamrin dan Kuningan-Rasuna Said, Jakarta pada 26 Mei hingga 3 Juni 2015. Hasil survei memperlihatkan 28,4 persen responden menyatakan Yogyakarta merupakan daerah yang paling cocok menjadi ibu kota negara menggantikan Jakarta.

Daerah selanjutnya yang menjadi pilihan responden adalah Palangkaraya 21,6 persen, Bogor 20,8 persen, dan Bukittinggi 15,6 persen. Sedangkan, sisanya memilih daerah lain sebanyak 10,8 persen dan tidak menjawab 2,8 persen.

Hendri yang juga dikenal sebagai pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina mengatakan, usulan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke lokasi lainnya telah didiskusikan sejak mantan Presiden Soekarno. "Lalu pada 2010 perdebatan berlanjut tentang pembentukan ibu kota baru yang akan dipisahkan dari pusat ekonomi dan komersial Indonesia," ujarnya.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menyatakan dukungannya membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan kelebihan populasi di Jakarta. "Beberapa negara dapat menjadi rujukan seperti Brasil yang memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia serta Malaysia yang memindahkan pusat pemerintahan federal administratifnya ke Putrajaya," ucapnya.

Hendri menambahkan, survei dilakukan melalui wawancara tatap muka dan kuesioner terstruktur. Pemilihan "sample" untuk survei tersebut dilakukan menggunakan metode "purposive sampling". "Penggunaan metode ini dipilih untuk mengetahui persepsi segmen kelompok profesional yang bekerja di dunia bisnis dan ekonomi terhadap kondisi ekonomi dan sosial," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement