REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta ijazah milik para pegawai negeri sipil (PNS) untuk dicek ulang. Ia juga mendorong agar identitas para pengguna ijazah palsu tidak ditutupi.
"Harus dong (dicek ulang), karena itu juga bahaya. Kalau ijazah saya bisa dipalsu, apalagi yang lain-lain," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (4/6).
Lanjutnya, seluruh PNS telah bersumpah untuk taat pada aturan yang berlaku. Sehingga, aturan tersebut harus dilaksanakan, termasuk penggunaan ijazah legal saat mendaftar sebagai PNS.
"Semua orang apalagi PNS, selalu bersumpah untuk jalankan sesuai aturan yang ada sesuai kejujuran. Kalau pakai ijazah palsu berarti kan tidak jujur," tambah dia.
Wapres pun meminta agar para pengguna ijazah palsu dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Yuddy Chrisnandi mengatakan PNS yang ketahuan berijazah palsu tidak akan dipecat.
Menurutnya, PNS yang ketahuan menggunakan ijazah palsu hanya akan diturunkan pangkatnya. "PNS berijazah palsu tidak dipecat karena dia sudah melewati masa panjang pengabdian di instansinya," kata Yuddy di Jakarta, Rabu (3/6).
Yuddy mengatakan, penggunaan ijazah palsu oleh oknum PNS hanya untuk mendongkrak pangkat dan kedudukan. Oleh karena itu, sanksi yang tepat untuk PNS tersebut dikembalikan ke pangkat yang sesuai pendidikannya.
"Misalnya, ada yang daftar CPNS pakai ijazah palsu. Kalau tesnya lulus kan bukan karena ijazah, tapi karena pintar. Begitu ketahuan S1-nya palsu, maka pangkatnya disesuaikan kalau dia pendidikan terakhirnya hanya SMA," jelas dia.
Yuddy menegaskan, hal yang sama juga akan diterapkan pada pejabat eselon I dan II yang ketahuan menggunakan ijazah palsu. Ia menyebutkan, gaji, tunjangan, dan pangkat pejabat tersebut akan disesuaikan lagi.
Seperti diketahui, Yuddy telah mengeluarkan surat edaran Nomor 03/2015 tentang Penanganan Ijazah Palsu di lingkungan instansi pemerintah, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/POLRI. Surat edaran ini dikeluarkan setelah merebaknya kasus ijazah palsu dikalangan PNS di Indonesia.