Kamis 04 Jun 2015 04:00 WIB

FITRA: Dicari, Pimpinan KPK yang Berani Tuntaskan Kasus BLBI

Rep: c14/ Red: Satya Festiani
BLBI Beban Jokowi-JK. (dari kiri) Tim Pakar Koalisi Anti Utang (KAU) Kustiardi, Koordinator Pusat Advokasi dan Studi Indonesia (PAS) Taufik Riyadi, Moderator Dani Setiawan, dan Aktivis FITRA Apung Widadi menjadi pembicara dalam diskusi kampanye bersama di
Foto: Republika/ Wihdan
BLBI Beban Jokowi-JK. (dari kiri) Tim Pakar Koalisi Anti Utang (KAU) Kustiardi, Koordinator Pusat Advokasi dan Studi Indonesia (PAS) Taufik Riyadi, Moderator Dani Setiawan, dan Aktivis FITRA Apung Widadi menjadi pembicara dalam diskusi kampanye bersama di

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim panitia seleksi (pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk memerhatikan aspirasi publik agar tidak salah pilih orang yang bakal berpeluang menahkodai lembaga anti-risywah tersebut.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto, menyatakan, calon pemimpin KPK mesti berani menuntaskan kasus korupsi skala besar. Khususnya, sebut Yenny, kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) yang terus membebani APBN hingga hari ini dan bahkan sampai tahun 2044.

"Kasus skandal BLBI yang hingga kini tidak terungkap sama sekali," kata Yenny Sucipto dalam pesan singkat yang diterima Republika Rabu (3/6).

Terkait bobolnya anggaran negara akibat kasus BLBI, lanjut Yenny, ini bisa dilihat dari kronologis. Dia menuturkan, dari nilai awalnya saja yakni Rp 650 triliun pada tahun 1998, dampaknya terasa hingga kini. Apalagi, dilihat dari nilai cicilan pengembalian hutang plus bunga dan obligasi rekapitulasi fix rate dan variable rate saja pada tahun 2015 ini. Kerugian negara, kata Yenny, ditaksir bisa mencapai 2,8 kali APBN 2015.

"(Negara) telah merugi hingga Rp 2.000 triliun dan terancam hingga Rp 5.000 triliun. Hingga tahun 2033 dan telah diperpanjang hingga 2044," ujar dia.

"Nilai tersebut belum termasuk nilai guna dan nilai tambah dari aset yang seharusnya dikembalikan oleh obligor dari Surat Keterangan Lunas," sambung Yenny.

Yenny menyebut, skandal BLBI adalah kejahatan ekonomi besar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun sudah berlalu sekitar 17 tahun sejak tahun 1998, penyelesaian kasus ini, kata Yenny, tidak menemui titik terang. "Padahal, menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2000, BLBI merugikan keuangan negara Rp 138,442 triliun dari Rp 144,536 triliun BLBI yang disalurkan, atau dengan kebocoran sekitar 95,78 persen."

Diketahui dari audit Bank Indonesia, ada 48 bank penerima BLBI, yakni 10 bank berstatus Beku Operasi, 5 bank berstatus Take Over, 18 bank berstatus Beku Kegiatan Usaha (BBKU), dan 15 bank berstatus Dalam Likuidasi.

"Hasil kejahatan BLBI telah beranak pinak menjadi konglomerasi kuat di Indonesia. Hal ini dapat tercermin dari audit BPK ini juga merinci 11 bentuk penyimpangan senilai Rp. 84,842 triliun," pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement