Senin 01 Jun 2015 15:52 WIB

Pembayaran THR Paling Lambat H-14 Lebaran

Tunjangan Hari Raya/THR (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tunjangan Hari Raya/THR (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengimbau perusahaan agar membayar Tunjangan Hari Raya (THR) selambat-lambatnya dua minggu sebelum Lebaran Idul Fitri atau H-14.

"Kami mengimbau pembayaran THR dipercepat sehingga pekerja dapat menyambut Lebaran dengan penuh suka cita dan mempersiapkan mudik Lebaran secara lebih awal dan lebih baik tahun ini," kata Menaker Hanif di Jakarta, Senin (6/1).

Percepatan pembayaran THR itu diharapkan dapat membantu para pekerja dalam persiapan menyambut hari Lebaran termasuk mempersiapkan kegiatan mudik ke kampung halaman masing-masing, misalnya untuk pembelian tiket yang harus direncanakan dari jauh hari.

"Kalau berkaca pada regulasi maka pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7, tapi saya sebagai Menteri Ketenagakerjaan mengimbau pembayaran dilakukan maksimal dua minggulah (sebelum Lebaran. Pembayaran lebih awal agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik," kata Hanif.

Hanif mengatakan, pembayaran THR bagi pekerja/buruh itu wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dimana pembayaraannya disesuaikan dengan hari keagamaan masing-masing pekerja yang merayakannya.

Pembayaran THR bagi pekerja/buruh harus dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.

Dalam aturan itu disebutkan setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja atau buruh wajib memberikan THR keagamaan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih.

Bagi pekerja atau buruh yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus atau lebih berhak mendapat THR sebesar satu bulan upah sedangkan bagi mereka yang masa kerjanya lebih dari tiga bulan dan kurang dari 12 bulan, THR wajib diberikan secara proporsional yaitu jumlah bulan kerja dibagi 12 dikali satu bulan upah.

"Namun bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dari ketentuan tersebut, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut," kata Hanif.

Sementara itu, Menaker memastikan pekerja dengan status outsourcing (alih daya) dan kontrak tetap berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Bahkan, sesuai peraturan bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam batasan waktu 30 hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan tetap berhak atas THR.

"Dalam pembayaran THR tidak ada perbedaan status kerja. Para pekerja outsourcing maupun pekerja kontrak, asalkan telah bekerja selama tiga bulan atau lebih, maka berhak mendapatkan THR juga," kata Hanif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement