REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bertemu dengan Cicih binti Aing Tolib pada 29 Mei lalu. Cicih merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan UAE tanggal 19 Mei lalu.
Pertemuan berlangsung pukul 22.15 waktu setempat di gedung Kementerian Kehakiman Uni Emirat Arab (UEA). Permintaan untuk bertemu Cicih disampaikan langsung Retno kepada Menteri Luar Negeri UEA, Syeikh Abdullah. Menanggapi permintaan tersebut Menlu UEA memfasilitasi dengan mendatangkan Cicih dari penjara Al Wathbah, 30 km dari Abu Dhabi. Beberapa jam sebelumnya kedua menteri juga sempat menggelar pertemuan bilateral.
Saat bertemu Cicih, Menlu Retno didampingi Case Officer Direktorat Perlindungan WNI Rahmat Aming Lasim, yang selama ini memonitor kasus Cicih dan sekaligus menjadi penerjemah dalam pertemuan tersebut. Sementara dari pihak UEA hadir pejabat senior Kejaksaan Agung UEA.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam tersebut, Menlu Retno memberikan penguatan moral kepada Cicih. Retno juga mengajukan sejumlah pertanyaan penting kepada Cicih serta mendengarkan langsung pengakuan detail Cicih seputar peristiwa tahun 2013 yang menjerumuskan Cicih ke penjara.
Usai berbincang dengan Cicih, Retno membahas secara mendalam sejumlah hal menyangkut kasus Cicih dengan pejabat senior Kejaksaan Agung UEA.
"Memang vonis hukuman mati pengadilan sudah bersifat final. Namun kita tidak akan menyerah. Semua celah perlindungan yang masih tersisa akan kita manfaatkan. Insya Allah Pemerintah UEA akan mendukung upaya kita dengan tetap menghormati hukum di UEA," papar Retno melalui siaran pers Kemenlu yang diterima Republika, Ahad (31/5).
Sebelum bertemu Cicih pada pagi harinya Menlu Retno bertemu dengan orang tua Cicih di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Abu Dhabi. Kehadiran orang tua Cicih di Abu Dhabi difasilitasi Kemlu dan BNP2TKI.
Kepala BNP2TKI Nusran Wahid menyampaikan bahwa hukuman mati yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia adalah tanggungjawab bersama. Karena itu dirinya akan terus berkomunikasi dengan Menlu Retno untuk mendukung upaya perlindungan yang dilakukan Perwakilan RI, termasuk dalam kasus Cicih.
Permasalahan yang menimpa Cicih bermula saat ia dituduh menyebabkan kematian anak majikan yang masih bayi (4 bulan) bernama Mallak Abdul Karim Ahmad Al Ghamdy pada tahun 2013.
Setelah melalui proses pengadilan baik tingkat pertama maupun banding, akhirnya yang bersangkutan divonis hukuman mati qishash pada tanggal 19 Mei lalu. Pada sidang-sidang awal Cicih mengakui di bawah sumpah telah melakukan pembunuhan tersebut.
Di pengadilan terakhir Cicih sempat merubah pengakuannya, namun hakim tetap memutuskan berdasarkan pengakuan awal. KBRI Abu Dhabi akan menindaklanjuti arahan Menlu Retno untuk melakukan upaya-upaya yang masih bisa dilakukan dalam rangka membebaskan Cicih.