Kamis 28 May 2015 21:11 WIB

Diduga Terima Gratifikasi, Menteri ESDM Bisa Terjerat Pasal Penyuapan

Menteri ESDM, Sudirman Said
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Menteri ESDM, Sudirman Said

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir mengatakan, merujuk pada pasal gratifikasi, batas waktu Menteri ESDM, Sudirman Said melaporkan dugaan gratifikasi yang didapatnya sudah berakhir. Sudirman diduga menerima gratifikasi dari Petral berupa fasilitas perjalanan dengan jet pribadi pada 9 Maret 2015.

Mantan Direktur PT Pindad itu, menerima perjalanan mewah pad 9 Maret 2015. "Batas waktu 30 hari," kata Mudzakkir, kepada wartawan, Rabu (27/5).

Dalam laman KPK.go.id, disebutkan Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Merujuk pada Pasal 12C ayat (1) Undang-undang (UU) nomor 31/1999 sebagaimana diubah 20/2001, dijelaskan gratifikasi yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara, tidak akan dianggap sebagai suap apabila penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK, paling lambat 30 hari sejak menerima gratifikasi.

"Ini sudah bisa dijerat dengan pasal gratifikasi (12c). Karena dia pejabat negara yang menerima hadiah. Bentuk, barang, uang atau penikamatan sesuat yang halal. Yang itu cirinya gratifikasi," kata dia.

Sebelumnya, pemerhati kebijakan energi nasional, Yusri Usman, membeberkan dugaan penerimaan gratifikasi Sudirman Said. Tidak hanya itu, Perjalanan Menteri ESDM itu pun ikut disoroti lantaran, Sudirman Said kedapatan tidak pernah mendampingi Tim Reformasi Tata Kelola Migas ke kantor Petral pada 9 Maret 2015.

Ditemui terpisah, anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi, angkat bicara terkait polemik gratifikasi yang melibatkan Menteri ESDM Sudirman Said. Hal itu bermula ketika dalam sebuah acara diskusi di salah satu stasiun TV swasta, beberapa narasumber mempertanyakan penggunaan private jet untuk terbang dari Singapura menuju bandara Kualanamo, Sumatra Utara yang kemudian tagihannya ditujukan kepada anak usaha PT Pertamina, yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral).

"Itu kan ada penjelasan dari pak Faisal berikutnya bahwa saat itu ada keputusan mendesak dari Menteri yang harus ke Sumatera Utara sehingga menggunakan pesawat jet pribadi yah. Mungkin penerbangan umum tidak ada," kata Kurtubi di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (28/5).

Terkait tagihan pembayaran private jet yang ditujukan ke Petral, Kurtubi yang juga hadir dalam acara diskusi tersebut menjelaskan hal itu sangat tidak dibenarkan. Dan tentu dapat dikatakan sebagai gratifikasi.

"Nah itu yang engga benar. Kalau tagihannya diajukan ke Petral, gak benar itu. Menteri punya dana operasional pribadi. Bisa menjadi gratifikasi kalau itu merupakan balas jasa atau apapun namanya dari pihak tertentu kepada Menteri," terangnya.

Ia menuturkan, jika memang saat itu dalam situasi yang mendesak bagi Menteri, kemudian harus segera bertolak ke Sumatera Utara sehingga terpaksa harus meminjam uang dari Petral untuk penggunaan privat jet maka Pemerintah khususnya Menteri ESDM harus mengumumkan ke publik terkait pengembalian talangan tersebut.

"Kan ini tidak terduga. Sehingga mungkin ditalangi dulu oleh Petral, mungkin. Nah ini harus diperjelas nanti, kalau memang ditalangin, bagaimana bayarnya, harus diumumkan juga. Harus dikonfirmasi dulu juga ke menteri ESDM. Kita ga suka gratifikasi, jadi kalau itu memang dibayar dulu oleh Petral, karena situasi yang tidak memungkinkan, harus dikembalikan dong, nah dikembalikannya harus diumumkan ke publik," kata Kurtubi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement