REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pimpinan DPR dan Pimpinan Komisi II DPR RI akan menggelar rapat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal audit terhadap Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU). Turun tangannya BPK untuk melakukan audit pada KPU ini adalah hasil permintaan Komisi II setelah melihat kenyataan bahwa anggaran penyelenggaraan Pilkada justru membengkak.
Politikus Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, audit mmang biasa dilakukan pada setiap lembaga pemerintahan. Bahkan, audit oleh BPK perlu dilakukan setelah adanya pembengkakan anggaran penyelenggaraan pilkada serentak satu putaran nanti. Padahal, semangat untuk menyelenggarakan pilkada serentak adalah untuk efisiensi anggaran yang tidak perlu. Jadi, pilkada serentak satu putaran yang sudah diundangkan ini seharusnya dapat melakukan penghematan dibanding pelaksanaan pilkada dengan sistem yang lama.
“Asal, jangan sampai nanti audit itu menjadi bentuk tekanan komisi II ke KPU,” kata Saan Mustopa di kompleks parlemen Senayan, Kamis (28/5).
Indikasi itu bisa saja dimunculkan karena sebelumnya KPU tidak melaksanakan rekomendasi yang dikeluarkan oleh komisi II. Namun, audit yang dilakukan BPK ini adalah bentuk audit biasa untuk memeriksa efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran negara oleh KPU. Audit ini akan mencari sebab dari membengkaknya anggaran pelaksanaan pilkada serentak yang dimulai 9 Desember 2015 nanti.
Menurut Wakil Ketua Baleg itu, memang DPR berhak mengetahui dari mana anggaran bisa membengkak hingga tiga kali lipat dari yang sudah direncanakan.Jadi, audit ini dipahami sebagai penelurusan bertambahnya anggaran terhadap penambahan anggaran. Yang pasti, saat ini, Komisi II dan DPR memiliki tantangan bagaimana menjawab pertanyaan agar kesan pemberian tekanan pada KPU dari DPR tidak terjadi.
“Komisi II harus bisa menjawab kesan yang muncul bahwa ini bukan tekanan ke KPU karena KPU tidak mengikuti rekomendasi dari komisi II,” tegas Saan.