REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengkritik kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam bidang politik, hukum dan keamanan.
"Dari 12 kementerian/lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, 4 kementerian di antaranya dijabat kader partai. Hal tersebut tak menutup kemungkinan adanya tarik menarik politik dalam membuat kebijakan," kata Siti dalam acara diskusi publik MMD Initiative bertajuk 'Efektivitas Pemerintahan Jokowi-JK' di Jakarta Pusat, Rabu (27/5).
Menurut dia, ada lima hal yang menunjukkan ketidakpuasan publik terhadap 7 bulan pemerintahan Jokowi-JK. Di antaranya, ribut politik di DPR antara KMP dan KIH; ketidakpuasan publik terhadap Jokowi terkait kualitas sebagian menteri yang kinerjanya masih minus dan menciptakan kontroversi.
"Konflik kepentingan yang sangat serius antara Polri dan KPK. Friksi internal partai berkepanjangan yang ditenggarai oleh pengabsahan atau intervensi. Rencana pelaksanaan pilkada serentak yang menimbulkan kekhawatiran serius di tengah publik," ujarnya.
Pemerintah tak mampu membenahi persoalan mendasar terkait institusi penegak hukum dan pemberantasan korupsi tersebut. Hal itu bertentangan dengan nawacita Presiden Jokowi yang keempat, menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
"Celakanya, durasi konflik Polri-KPK berkepanjangan sehingga mengurangi kepercayaan rakyat terhadap Presiden Jokowi. Tekad memperkuat KPK buyar seiring satu persatu pimpinan dan penyidik jadi tersangka," ucap Zuhro.
Public trust terhadap institusi penegak hukum bukannya bertambah, tapi justru menurun. Meskipun kasusnya terjadi di institusi penegak hukum, aroma kepentingan politik dalam konflik sulit dihindari.