Rabu 27 May 2015 15:16 WIB

Mantan Dirjen Migas Diperiksa Bareskrim

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri memeriksa mantan Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Evita Herawati Legowo. Ia diduga terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).

"Dia sudah datang dan sekarang sedang diperiksa," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor E. Simanjuntak, melalui pesan singkat, Rabu (27/5).

Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni RP, HW dan DH.

Sementara penyidik sudah memeriksa 29 saksi dari unsur SKK Migas, TPPI, Kementerian Keuangan, Pertamina dan Kementerian ESDM.

Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.

Diketahui, penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

"Ini melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara," papar Victor E. Simanjuntak.

Akibat kasus ini, diperkirakan negara dirugikan sebesar 156 juta dolar AS atau Rp2 triliun.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement