REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan nelayan-nelayan di Teluk Jakarta masih belum merasakan peningkatan kesejahteraan sebagaimana kerap digemborkan oleh otoritas pemerintah di bidang kelautan dan perikanan.
"Tingkat kesejahteraan hingga hari ini masih miskin, negara belum 'all out' memberikan pemberdayaan dan memberikan hak-hak sebagai warga negara," kata Ketua KNTI Teluk Jakarta Muhammad Tahir dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/5).
Menurut dia, dirinya dan nelayan-nelayan di berbagai daerah merasa miris karena kerap digaungkan keberhasilan sektor kelautan dan perikanan dibandingkan dengan sektor lainnya.
Namun, ujar dia, faktanya di lapangan, kebijakan yang ada dinilai lebih mengedepankan nelayan-pengusaha. "Jadi nelayan tradisional tidak telibat dan tidak merasakan hasil yang dikatakan sekarang ini," ucapnya.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan Rancangan Undang-Undang Nelayan dapat diprioritaskan oleh DPR RI untuk segera disahkan pada 2015 untuk mengangkat taraf kesejahteraan nelayan tradisional.
"RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan diprioritaskan dalam masa sidang Juni-Juli 2015," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Jumat (22/5).
Menurut dia, kebijakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan dan pembudidaya ikan saat ini belum mencakup aktor penting lainnya, yakni petambak garam, perempuan dan pelestari ekosistem pesisir.
Sementara itu, Ketua Bidang Analisis Strategis dan Kebijakan Publik DPP KNTI Suhana mengatakan, kesejahteraan nelayan tradisional di berbagai daerah dinilai menurun setelah diberlakukannya kebijakan moratorium izin kapal eks-asing penangkap ikan.
"Pascaditetapkannya moratorium, terjadi penurunan kapal asing pelaku pencurian ikan dan jumlah komoditas ekspor di sisi lain industri pengolahan dalam negeri meningkat. Tetapi nilai tukar nelayan sebagai tolok ukur kemampuan ekonomi suatu nelayan lebih buruk dalam lima tahun terakhir," tukasnya.
Menurut dia, pemerintah pada saat ini dalam menetapkan suatu kebijakan dinilai terkesan tidak ada antisipasi atas dampak yang terjadi terkait kebijakan tersebut.
Kondisi ekonomi saat ini, lanjutnya, produksi nelayan saat ini berada titik impas tanpa ada keuntungan dan hal itu juga dapat merebak pengangguran karena nelayan tidak dapat melaut.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah untuk memperkuat organisasi dan koperasi nelayan, karena nanti nikmat suplai ikan yang tinggi dapat dinikmati oleh negara Indonesia serta memperbaiki tata kelola kelautan dan perikanan.
Tata kelola itu, ujar Suhana, harus berdasarkan data yang valid mengenai stok ikan yang akan menentukan antara lain jumlah ikan yang dapat ditangkap serta kapal yang diperbolehkan beroperasi.