Ahad 24 May 2015 23:55 WIB

Setara Institute: Pelanggaran HAM Berat Harus Dibuka ke Publik

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naispospos (kiri) berbicara dalam hasil survey
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naispospos (kiri) berbicara dalam hasil survey "Target Kelompok Muda Indonesia dalam Ancaman Bidikan Isis" di Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan, sejak awal telah mendesak Presiden untuk membuat komisi rekonsiliasi dan kebenaran melalui Keputusan Presiden. Bonar menekankan dalam komisi rekonsiliasi tidak untuk menghilangkan keaslian fakta.

"Ini penyelidikan awal, pelanggaran masa lalu harus dibuka kepada publik," ujarnya, di Kantor HRWG, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (24/5).

Selama ini, Bonar menilai, kasus HAM pelanggaran berat masa lalu masih bersifat rahasia. Karena itu, masyarakat tidak mengetahui kejadian sebenarnya kasus pelanggaran HAM berat.

Meskipun beberapa kasus sulit untuk diungkap, menurut Bonar, yang terpenting terdapat pengakuan negara. Hal tersebut pernah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selaku presiden.

Pengungkapan kasus HAM berat, kata Bonar, merupakan tanggungjawab negara. Dengan alasan tersebut, Presiden secara pribadi diharapkan juga meminta maaf.

Lebih lanjut, Bonar menambahkan,  masing-masing kasus HAM berat pengungkapannya agar tidak disamaratakan. Setiap kasus harus dilihat secara detil.

Seperti diketahui, tim gabungan rekonsiliasi yang dibentuk pemerintah akan menyelesaikan enam kasus HAM berat masa lalu. Tim menargetkan penyelesaian tersebut selama satu tahun.

Menanggapi hal tersebut, Bonar menilai jangka waktu satu tahun terlalu singkat. Menurutnya, mengungkap peristiwa pelanggaran HAM masa lalu membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasil maksimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement