REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap kasus peredaran Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banceuy, Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 8 orang yang terlibat dalam kasus tersebut ditangkap pada Jumat (22/5) dini hari.
Direktur Pemberantasan BNN, Irjen Deddy Fauzi Elhakim mengatakan terungkapnya kasus tersebut berawal dari laporan warga sekitar Lapas Banceuy. Warga mengaku sering melihat ada yang melempar benda yang diduga Narkoba ke dalam Lapas.
"Pengungkapan berawal dari pengembangan lidik intelijen dari BNN dan diperkuat laporan masyarakat. Jadi lapas itu dikelilingi asrama sipir. Dari situ warga sering melihat terjadi pelemparan benda ke lapas dari asrama sipir itu," jelasnya.
Deddy melanjutkan, setelah ditindak lanjuti diketahui jika peredaran Narkoba tersebut dikendalikan oleh seorang Napi dari Lapas Karawang berinisial AA. Napi itu memesan sabu kepada seorang berinisial AI yang mempunyai jaringan Narkoba dari Iran.
"AI menghubungi kenalan seorang warga negara Iran, yakni JM untuk menyerahkan 1 kilogram sabu yang dipesan. Sedangkan AA memerintahkan DR, seorang sipir Lapas Banceuy untuk mengambil sabu itu," katanya.
Saat tiga tersangka yani JM, DR dan AI melakukan transaksi di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, petugas kemudian menangkap ketiganya. "Kami langsung tangkap mereka. 1 kilogram sabu itu buat Lapas Karawang. Saat ditangkap JM ini berusaha lari tapi dapat ditangani oleh pihak kami," katanya.
Setelah itu, petugas langsung melakukan penggeledahan di apartemen milik JM di bilangan Jakarta Pusat. Dari hasil penggeledahan itu, petugas menyita lagi 15 kilogram lebih sabu dari apartemen WN Iran tersebut di daerah Jakarta Pusat. Kemudian, asrama DR di sekitar Lapas juga digeledah BNN.
"Setelah itu kami geledah asrama para sipir, ketemu 5 bungkus sabu, 15 gram, inex 778 butir peruntukannya ini dikirim ke Lapas Banceuy. Kami lakukan pengejaran juga kos-kosan Tiara Condong Bandung, kita tangkap 5 orang, dua perempuan dan tiga laki-laki. Di lokasi kita temukan 2 bungkus sabu dengan timbangan dan bong," jelasnya.
Dedi menambahkan, diungkapnya kembali jaringan narkoba yang terjadi di lapas dan melibatkan oknum sipir lapas menunjukan adanya barang haram tersebut menjerat tak pandang bulu. Termasuk masih adanya handphone yang digunakan napi untuk berkomunikasi dengan dunia luarnya.
"Si AA ini seorang terpidana yang kami tangkap tahun 2013 lalu. Sebelum di Lapas Karawang dia pernah di Lapas Banceuy, disitulah ada perkenalan dan punya jaringan dan komunikasi dilakukan," katanya.
Sementara itu, sipir DR mengaku tidak diberi imbalan. Ia bahkan memberikan keterangan berbelit, bahkan ia mengaku apa yang dilakukannya itu ingin membongkar peredaran narkoba di lapas.
"Saya tidak dikasih uang, bukan karena uang saya seperti ini. Saya mau bongkar peredaran narkoba di sana, tapi saya tidak koordinaai," ucapnya.
Atas kasus ini, AA, DR dan AI, terancam pasal 112 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 1 dan pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkoba. Ancamannya hukuman maksimalnya pidana mati.