REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyatakan persoalan ijazah palsu sudah terjadi sejak 30 tahun lalu.
Manager Project Implementasi Unit dalam Pengembangan Politeknik (Politeknik Education Development Program/PEDP) Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemenristekdikti, Fauzri Fahimuddin mengatakan, masalah ijazah abal-abal bukanlah hal yang baru, bahkan sudah terjadi sejak tiga dekade lalu.
“Kenapa terulang? karena ini bisnis yang menggiurkan. Ada permintaan dan ada yang menawarkannya,” katanya kepada Republika, di Depok, Jawa Barat, Selasa (19/5).
Modusnya beragam, mulai dari membuat ijazah yang betul-betul palsu, atau tidak ada unsur perguruan tinggi. Misalnya, seseorang yang ingin memiliki ijazah Universitas Harvard tinggal scan tanda tangan dan rektor.
Ada juga ijazah yang benar ditandatangani rektor, dekan dan ijazah dicetak tetapi rektor tidak tahu nama lulusannya. Padahal, berdasarkan prosedur SOP, rektor harus tahu nama lulusan universitas tempat ia bekerja. Ada juga universitas yang dengan mudahnya mengeluarkan ijazah, padahal lulusan ini belum memenuhi standar.
Dari temuan yang pihaknya dapati, kejadian tidak terpuji ini dilakukan di universitas di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, hingga Medan. Dari kejadian yang diselidiki dan terbukti, ia mengakui semuanya dilakukan universitas swasta.
“Tetapi kami bukan menyamaratakan universitas atau pendidikan tinggi swasta itu mudah melakukan pemalsuan ijazah. Mereka mendirikan perguruan tinggi utk cari uang, sehingga ketika mereka mendirikan pendidikan tinggi dan ada orang punya uang, ya why not,” katanya.
Meski demikian, aksi seperti ini diakuinya tidak banyak dilakukan universitas. Dari sekitar 4.500 institusi pendidikan tinggi di Tanah Air, yang melakukan tindakan pemalsuan ini bisa dihitung dengan jari.
Pihaknya pun langsung menjatuhkan sanksi meski tahapannya bertingkat. Hukuman paling ringan adalah peringatan dan pembinaan dan terberat adalah penutupan institusi tersebut jika terbukti rektor pendidikan tinggi itu terbukti sengaja melakukannya. Ijazah yang bermasalah ini juga ditarik dan dicari sumber penyebabnya.
“Perguruan tinggi harus menyampaikan nilai-nilai mulia. Sebab, tindakan ini sangat berbahaya,” katanya.