REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mendesak Petral dilakukan audit forensik, sehingga kecurigaan terhadap Petral yang diduga telah merugikan negara dalam hal pengadaan minyak mentah bisa dibuktikan atau malah sebaliknya.
"Dengan dilakukannya audit forensik, maka bisa menjawab apakah selama ini tender minyak yang dilakukan oleh Petral telah merugikan atau tidak buat Pertamina," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Sebelumnya, diberitakan bahwa sejak Petral dibekukan selama tiga bulan, Pertamina berhasil melakukan penghematan atas pembelian minyak mentah sebesar Rp1,3 triliun pada kwartal I/2015.
Apalagi, Pertamina telah menyatakan secara terbuka ke publik bahwa sejak dibekukannya Petral selama tiga bulan dan tender pembelian minyak dilakukan oleh ISC, Pertamina ternyata bisa menghemat sebesar Rp1,3 triliun, maka ini berpotensi membuat publik menaruh kecurigaan besar terhadap Petral.
Menurut dia, pernyataan Pertamina yang telah menghemat Rp1,3 triliun dari pembelian minyak, tidak serta merta menyatakan bahwa telah terjadi kerugian Pertamina ketika tender/pembelian minyak mentah dan produk dilakukan oleh Petral.
Karena, selama ini Petral telah dilakukan diaudit oleh BPK yang menyatakan tidak ada catatan khusus atau tidak ada kerugian terhadap Pertamina, serta kerugian terhadap negara pada tender tender yang dilakukan Petral sebelumnya, katanya.
"Namun jika pemerintah saat ini memiliki kecurigaan yang 'beralasan' terhadap tender-tender yang selama ini dilakukan oleh Petral, bisa saja pemerintah meminta BPK untuk melakukan audit forensik terhadap Petral," ujarnya.
Tetapi menurut Sofyano, kalau itu dilakukan, bisa saja dipahami oleh publik bahwa pemerintah yang berkuasa saat ini, curiga terhadap Petral dan direksi Pertamina sebelumnya, termasuk juga terhadap BPK saat itu.
"Ini bisa menimbulkan masalah baru yang berujung timbulnya kegaduhan politik, yang pada akhirnya mampu menimbulkan situasi yang tidak kondusif terhadap jalannya pemerintahan Jokowi," ungkapnya.
Karena, keberadaan Petral selama ini tidak luput dari tanggung jawab pemerintah sebelumnya. "Jika audit forensik ternyata terbukti ada "permainan" pada tender atau pembelian minyak oleh Petral yang menyebabkan Pertamina atau negara dirugikan, tentu persoalannya tidak bisa berhenti pada direksi petral dan direksi Pertamina saat itu saja, namun tentu ada tanggung jawab pemerintah yang berkuasa saat itu," ujarnya.
Sementara itu, jika pemerintah tidak mendorong dilakukannya audit terhadap Petral, maka pemerintah yang berkuasa saat ini, bisa pula dituding masyarakat turut "menutupi" permainan di Petral, kata Sofyano.