Jumat 15 May 2015 19:57 WIB

Penambang: Tak Ada Intan, Gosok Batu Akik Pun Jadi

Penambang Intan
Foto: Dokumentasi Republika
Penambang Intan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susunan kayu dan papan yang silang-menyilang setinggi dua-tiga meter itu kini teronggok begitu saja di atas tumpukan bebatuan kerikil dan pasir kekuningan yang luas di Desa Pumpung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan.

Sudah dua bulan ini bangunan kayu untuk menambang intan itu tidak lagi beroperasi karena "sang bos" tidak lagi mau mendanai kegiatan tersebut berhubung intan sudah sulit ditemukan lagi sementara bahan bakar minyak untuk menggerakkan mesin "dumping" makin mahal.

"Di sana sudah tidak ada intan lagi. Lama sekali 'gak'dapat-dapat, malah pernah sebulan 'gak' dapat, padahal dalamnya sudah 30 meteran," kata Nudin, yang selama tiga tahun mendulang intan selulusnya dari sekolah menengah pertama (SMP).

Kini ia lebih memilih beralih menggosok batu akik dan menawar-nawarkan akiknya itu kepada pengunjung yang datang melihat-lihat tambang intan di desanya. "Saya beli mesin penggosok akik masih Rp600 ribu enam bulan yang lalu, batunya tinggal ambil di sana saja," katanya sambil menunjuk bebatuan di bekas tambang intannya yang "mangkrak".

Ia menjual batu akiknya Rp50 ribu-Rp100 ribu per biji, sedangkan batu akik yang menurut dia jelek dijualnya Rp100 ribu selusin.

Nudin mengakui, sewaktu masih menjadi pendulang intan, biasanya ia mendapat upah sekitar Rp50.000-Rp75.000 per hari dengan berkubang di lumpur hasil penyedotan sambil mengayak pasir dari pagi pukul 08.00 hingga menjelang magrib pukul 17.30 Wita.

Namun berhubung intan makin langka, akhirnya si bos terpaksa tidak lagi memberi uang harian, sehingga untuk menutupi biaya hidup, ia biasa berutang dulu, yang dilunasi jika kelompoknya ada yang mendapat intan bagus.

"Kalau ada teman sekelompok (1 kelompok terdiri atas 10 orang) yang dapat intan. Misalnya dapat sekian miligram, seujung korek, lalu kami sekelompok dapat Rp500 ribu, lalu dibagi 10," katanya mengisahkan masa lalunya.

Dahulu, tuturnya lagi, ia pernah menemukan intan seberat lima karat (satu gram) yang bisa dijual seharga Rp120 juta, lalu dikurangi jatah pemilik lahan, dan sisanya dibagi-bagi di antara pemilik mesin dan rekan sekelompoknya.

"Karena itulah saya bisa beli motor 'second' ini dan bayar utang-utang," kata pemuda berperawakan kecil itu dari atas motor bekasnya.

Namun ia menegaskan tidak ingin mencari intan lagi, alasannya selain pendapatannya makin tidak pasti, juga karena merasa trauma dengan risiko tertimbun galian seperti yang pernah hampir dialaminya. "Lebih enak gosok batu akik, kemungkinan dapat uangnya lebih banyak, mumpung sekarang akik sedang laku. Kalau sudah tidak laku lagi ya jadi kuli bangunan saja," katanya sambil memperlihatkan akik-akik hasil gosokannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement