Jumat 15 May 2015 17:07 WIB

Begini Bentuk Ancaman Baru Bagi Korban dan Saksi

  Salah satu korban perbudakan buruh kuali, Bagas menjawab pertanyaan wartawan saat melaporkan pengaduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta,Rabu (15/5).  (Republika/Wihdan Hidayat)
Salah satu korban perbudakan buruh kuali, Bagas menjawab pertanyaan wartawan saat melaporkan pengaduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta,Rabu (15/5). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentuk dan jenis ancaman yang diterima saksi dan atau korban belakangan makin berkembang.

“Sebelumnya, saksi atau korban biasa mendapatkan ancaman fisik, namun kini bentuk dan jenis ancaman itu mulai berkembang ke arah yang lain, seperti mutasi ke tempat-tempat kerja yang jauh hingga penghentian pemberian hak-hak bagi saksi atau korban bersangkutan dan keluarganya dari tempat mereka bekerja,” ungkap Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lies Sulistiani, dalam rilisnya, Jumat (15/5).

Hal tersebut, jelasnya, terkadang tidak hanya ditujukan kepada saksi atau korban secara langsung. Melainkan juga kepada pihak keluarga saksi dan atau korban yang akan memberikan kesaksian dalam suatu tindak pidana.

Untuk itulah, kata Lies, LPSK bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Kerja sama diperlukan guna memudahkan koordinasi jika ada kasus-kasus seperti tersebut.

Mengenai pemberian identitas baru, sampai saat ini, LPSK belum pernah melakukannya. Hal ini disebabkan proses pemberian identitas baru kepada saksi atau korban tidak semudah menyebutkannya, karena banyak proses dan konsekuensi yang mengikuti di belakangnya.

Lies menuturkan, seandainya ada saksi atau korban yang terpaksa harus berganti identitas, semua data yang bersangkutan juga ikut berganti, mulai dari akta lahir, ijazah hingga rekening bank.

Konsekuensinya, semua yang dimiliki sebelumnya akan hilang dan berganti dengan yang baru.

“Karena identitasnya baru, semua data berganti, dan tentu saja hubungan kekerabatan dan keluarga juga akan terputus. Jadi, memang tidak mudah pelaksanaannya,” ujar Lies.

Wakil Ketua LPSK Askari Razak juga mengatakan, ada beberapa jenis perlindungan dan bantuan yang diberikan LPSK kepada saksi dan atau korban.

Antara lain, perlindungan fisik dan hukum, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, bantuan psikologis, bantuan psikososial, serta kompensasi bagi korban pelanggaran HAM berat. Untuk perlindungan, diberikan selama enam bulan dan bisa diperpanjang enam bulan kemudian.

Dalam pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK sebagai lembaga negara, kata Askari, menggunakan biaya dari APBN dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement