REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Organisasi pelestari lingkungan hidup Greenpeace mengapresiasi perpanjangan dua tahun moratorium hutan oleh Presiden Jokowi. Namun, mereka menyayangkan kebijakan ini tidak mengalami banyak perubahan karena tak ada elemen penguatan.
“Presiden Rimbawan Joko Widodo telah gagal mendengar seruan dari masyarakat agar melindungi seluruh hutan dan lahan gambut yang tersisa. Target pemotongan emisi gas rumah kaca Indonesia akan sulit tercapai dan kekayaan hayati bangsa ini tidak akan bertahan lama,” ujar Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya, dalam rilisnya, Jumat (15/5).
Analisa Greenpeace terhadap Inpres baru ini mengungkapkan luas hutan yang dilindungi seluas 63,8 juta hektar, sementara luas hutan Indonesia yang seharusnya bisa diselamatkan mencapai 93,6 juta hektar.
Perpanjangan ini, imbuh Teguh, juga tidak menyelesaikan masalah tumpang tindih izin yang ada di hutan moratorium yang mencapai 5,7 juta hektar. Dengan demikian sekitar 48,5 juta hektar hutan hujan Indonesia masih tetap terancam.
Kebijakan baru ini juga tidak memberi ruang penyelesaian konflik lahan antara masyarakat adat, lokal dengan pemerintah dan perusahaan karena tidak adanya perlindungan, pengukuhan dan penguatan atas hak dan ruang kelola mereka.
Kebijakan lemah ini juga tidak menjamin terbitnya peta tunggal One Map dan tidak akan membantu penegakan hukum kasus-kasus lingkungan termasuk kebakaran hutan.
“Greenpeace bersama sejumlah LSM lainnya telah mendorong presiden untuk mengambil kesempatan memperbaiki tata kelola kehutanan. Hanya saja pernyataan tersebut masih tidak jelas dari sisi tenggat waktu. Penguatan moratorium mendesak dilakukan,” ujar Teguh.