REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Kasus perdagangan manusia dinilai masih disebabkan karena iming-iming gaji besar ketika bekerja di luar daerah atau luar negeri.
Oleh karena itu pemerintah di daerah akan menggiatkan sosialisasi untuk mencegah warga tergiur gaji besar. Terakhir, korban perdagangan manusia ini dialami IPS (14) warga Kecamatan Gunungguruh yang diperdagangkan ke Sangata Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Semencata secara keseluruhan sejak Januari-April tercatat sebanyak sepuluh kasus perdagangan manusia. "Kita saat ini tengah menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat luas," ujar Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sukabumi Nasihudin kepada wartawan, Rabu (13/5).
Upaya ini dilakukan untuk menekan kasus perdagangan manusia. Dinsos misalnya melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada warga di Desa Sukamanah, Kecamatan Gegerbitung pada awal Mei lalu. Langkah tersebut terang Nasihudin, dikoordinasikan dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Trafficking Dinsos Kabupaten Sukabumi Sasmita menambahkan, Dinsos juga memiliki rumah aman untuk pemulihan para korban perdagangan manusia. Keberadaanya ditujukan kepada para korban yang megalami trauma dan memerlukan pendampingan dari petugas.
Anggota Komisi VIII DPR RI Desy Ratnasari mengatakan, penanganan permasalahan perdagangan manusia harus ditelusuri hingga latar belakangnya. "Harus dipikirkan kenapa warga menjadi korban trafficking," terang dia.
Namun kata Desy, ia menilai para korban masih tertarik dengan iming-iming mendapatkan gaji besar dengan cara yang mudah. Padahal, untuk mendapatkan uang dengan jumlah besar harus melakukan pekerjaan yang tidak mudah.
Oleh karena itu ujar Desy, diperlukan sosialisasi kepada warga agar tidak mudah tertarik dengan tawaran tersebut. Selain itu warga juga harus diberikan pelatihan dan keterampilan agar bisa berkarya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.