Kamis 14 May 2015 11:09 WIB

Perda Ketahanan Keluarga Kurangi Bisnis Prostitusi

Rep: arie lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Keluarga sakinah/ilustrasi
Foto: Republika/Agung
Keluarga sakinah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa, ‎memuji langkah Pemprov Jabar membentuk Perda Ketahanan Keluarga. Dia berharap, dengan Perda tersebut dapat memberantas bisnis prostitusi yang saat ini tengah beredar di masyarakat.

“Jabar itu sedang mempersiapkan turunan dari Perda ketahanan keluarga, itu ada motifator. Idealnya itu berjalan bisa hidup di daerah. Terutama di pedesaan‎,” ujar Ledia, Kamis (14/5).

Tak hanya itu, Ledia  juga memuji program-program Pemprov Jabar untuk keluarga. Seperti, program 20 menit orangtua bersama anak. Program tersebut dinilainya, akan efektif untuk mendidik anak agar tidak terjerumus pada prostitusi.

Menurut Ledia, Jabar merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak. Selain itu, Jabar juga memiliki banyak budaya yang beragam. Dia mencontohkan, di wilayah Pantura, seorang anak itu merupakan sebuah aset. Sehingga, harus memberikan sesuatu berupa materi kepada orangtuannya.

“Itu yang harus dilakukan pendampingan. Mudah-mudahan dengan Perda ini bisa meminimalisasi beberapa kultur yang terjadi di Jabar,” kata Ledia.

Menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Pemprov Jabar sangat serius untuk menertibkan Perda Ketahanan Keluarga. Apalagi, tim penyusunnya, merupakan profesor di bidang ketahanan pangan.

Terkait maraknya prostitusi online, kata Ledia, hal tersebut perlu dilihat akar prostitusinya seperti apa. Karena, sebagian besar problemnya adalah ekonomi dan lifestyle (gaya hidup). Selama ini yang terjerumus dalam prostitusi online bukan orang miskin.

“Jadi, bukan orang miskin yang menjual diri. Itu yang harus kita perhatikan lebih baik,” katanya.

Makanya, kata dia, tugas pemerintah adalah mengatasi kemiskinan.

Ledia meminta, pemerintah harus membuat program pemberdayaan masyarakat yang luar biasa. Terutama bagi keluarga-keluarga miskin. Pemberdayaan tersebut dilakukan agar masyarakat mempunyai mental kuat untuk mengatasi persoalan kemiskinan. “Selama ini, belum ada program yang tepat. Belum ada program yang kemudian didampingi,” katanya.

Saat ini, kata dia, lebih banyak dibagi kartu, tapi pendampingan tak ada. Karena, ternyata berdasarkan laporan di daerah, bantuan tersebut dibelikan perhiasan, dibelikan pulsa. “Itukan tidak membuat gizi lebih baik,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement