REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dan Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Arie Putra mengungkapkan, tidak sulit untuk mengatasi prostitusi. Itu jika kebijakan dalam mengatasinya menggunakan berbagai pendekatan.
“Kita kan selama ini lebih banyak menggunakan pendekatan hukum. padahal kalau bicara jaringan, hukum belum tentu bisa mengidentifikasi semuanya,” kata dia kepada Republika, Selasa (12/05).
Arie memaparkan, dalam mengatasi permasalahan prostitusi, harus dilibatkan banyak stakeholder juga melibatkan banyak perspektif. Sebab, lanjut dia, jika hanya mengandalkan perspektif hukum, ketika ingin menyudutkan jaringan yang lain dan tak cukup bukti jadi tidak bisa.
“Itu juga karena penegakan hukum di negara kita masih dipertanyakan,” tambah dia.
Pada Sabtu (9/5) dini hari, petugas Polres Jaksel menangkap tangan RA dan seorang perempuan berinisial AA di sebuah hotel bintang lima. RA dikenal sebagai mucikari dari prostitusi kelas kakap melalui media online.
RA mematok harga minimal Rp 80 juta sampai Rp 200 juta terhadap satu perempuan penghibur. Harga itu untuk pelayanan singkat atau short time dengan durasi tiga jam. Selain mematok harga yang fantastis, RA dan para perempuannya hanya menerima pelayanan di hotel berbintang.
Saat ini pihak Polres Jakarta Selatan masih menyelidiki kasus prostitusi ini. Polres masih mengembangkan kasus untuk mengungkap jaringan yang lebih besar.