REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengungkapkan reformasi kepolisian demi mengurangi ketegangan antara KPK dan Polri, membutuhkan evaluasi yang baik serta mendalam.
"Ini nanti. Jangan diburu-buru demikian, kita akan evaluasi dengan sebaiknya sehingga kisruh KPK dengan Polri ini tidak berlanjut," kata Tedjo seusai acara Rapat Koordinasi Pilkada di gedung Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin (4/5).
Tedjo juga mengatakan jika reformasi Polri tersebut dengan cara merevisi Undang-Undang Kepolisian memungkinkan, namun dirinya mengatakan hal tersebut juga harus dipelajari dengan tepat dan baik agar tidak terus terjadi perbaikan dalam UU Kepolisian tersebut.
"Itu ada nanti, revisi UU Kepolisian tapi kita harus pelajari dengan tepat dan sebaiknya agar tidak terjadi setiap saat revisi UU kepolisian. Jadi kita harus dudukan persoalan ini secara tepat dan benar," ujarnya.
Tedjo juga menyebutkan dalam rangka penyelesaian ketegangan antara KPK dan Polri tersebut, dirinya menyampaikan rencana pertemuan dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mencari formulasi menyelesaikan ketegangan.
"Siang ini Kompolnas meminta ketemu dengan saya untuk bisa rapatkan bagaimana menyelesaikan masalah ini," kata Tedjo.
Selain sebagai Menko Polhukam, Tedjo juga menjadi Ketua Kompolnas. Ia tidak menyebut lokasi dan inti pembicaraan yang akan ia sampaikan terkait ketegangan antara KPK-Polri. "Itu nanti, saya tidak pada posisi pribadi, tapi kita institusi akan bicarakan," ucapnya.
Wacana untuk mereformasi Kepolisian santer diwacanakan setelah beberapa hari lalu, seorang penyidik KPK, Novel Baswedan, ditangkap Bareskrim Polri atas tuduhan melakukan tindak pidana kekerasan. Penangkapan salah satu penyidik terbaik KPK ini menuai respons keras dari internal KPK dan kalangan masyarakat antikorupsi.
Beberapa pihak menyebutkan Ketegangan antara KPK-Polri kembali muncul setelah Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Karena status itu, Budi batal dilantik menjadi Kapolri, ia lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan dan gugatannya dimenangkan oleh hakim Sarpin Rizaldi. Karena putusan praperadilan itu, Budi kemudian ditetapkan menjadi wakil Kapolri.