REPUBLIKA.CO.ID, REJANGLEBONG -- Kalangan buruh di Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, pada peringatan Hari Buruh Internasional ini tetap bekerja seperti biasa. Nasib tersebut menimpa para buruh yang terdaftar sebagai buruh harian.
"Tidak ada hari libur Pak, kalau kami libur nanti di rumah tidak bisa masak.," kata Iwan (39 tahun) pekerja di bengkel las di kawasan jalan Merdeka Kecamatan Curup, Jumat (1/5).
Peringatan Hari Buruh Internasional setiap tahunnya, kata dia, tidak berlaku di daerah. Buruh yang melakukan aksi menuntut perbaikan nasib pekerja hanya bisa dilakukan di kota-kota besar.
Selain jumlah buruhnya banyak, buruh di kota juga bekerja di pabrik dengan sistem pengupahan yang jelas. Sedangkan mereka yang didaerah hanya berdasarkan perjanjian suka atau tidak suka saja.
Sementara itu hal yang sama juga diutarakan Sari (26), penjaga salah satu toko swalayan yang ada di Kota Curup. Hanya bedanya dirinya bekerja harus menggunakan surat lamaran kerja serta memiliki sistem pengupahan yang jelas.
"Tetap bekerja, dalam sebulannya kami dapat jatah hari libur satu kali. Walaupun tanggal merah atau hari raya kami tetap buka dan hanya hari-hari tertentu saja yang diliburkan oleh bos kami," katanya.
Dalam satu bulan, kata dia, mendapatkan upah kerja sebesar Rp 850 ribu. Jumlah ini lumayan besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa di lokasi lainnya yang upah kerjanya kurang dari Rp 500 ribu per bulan.
Pengurus Cabang Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Kabupaten Rejanglebong, Edi Sarmiki mengatakan, di daerah itu tidak ada peringatan Hari Buruh Internasional. Selain itu kalangan buruh setempat juga tetap bekerja.
"Selain tidak ada dana untuk melaksanakan kegiatan peringatan Hari Buruh, kalangan pekerja di sini juga buruh harian," ujarnya.