REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji menjelaskan kronologi penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan oleh petugas Bareskrim Polri, pada Jumat (1/5) dini hari.
"Sekitar pukul 00.30 WIB, saya kembali ke rumah, sekitar pukul 01.00 WIB lebih saya dapat kabar bahwa ada penangkapan dari Bareskrim setahu saya (dilakukan) Direktorat I Tipidum (Tindak Pidana Umum), perintah penangkapan dari Direktur I Brigjen Herry Prastowo dengan pelaksana AKBP Agus Supriyono," jelasnya.
Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading pada Jumat sekitar pukul 00.00 WIB terkait dugaan penganiayaan saat Novel masih bertugas di Polda Bengkulu pada 2004.
"Setelah saya cek ternyata benar. Jadi dilakukan upaya paksa penangkapan untuk penyelidikan selama 1 x 24 jam terhitung pukul 01.00 WIB. Saya saling kontak dengan pimpinan lain, khususnya Pak Johan Budi dan dengan jalan kami masing-masing saya akhirnya berkunjung ke Bareskrim di Direktorat 1 itu," katanya.
Selanjutnya, sekitar pukul 03.35 WIB Indriyanto baru dapat bertemu dengan Novel Baswedan. Ia mengatakan proses pemeriksaan pada saat itu sedang berlangsung dan sudah hampir menyelesaikan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang bersangkutan.
"Tapi memang mas Novel saat itu belum bersedia menandatangani karena belum didampingi penasihat hukum," ujarnya.
Menurut Indriyanto, kondisi Novel saat itu baik dan sehat. Ia sempat berbicara empat mata dengan Novel, dan menanyakan apakah ada tekanan secara psikis selama ia menjalani pemeriksaan.
"Beliau mengatakan proses pemeriksaan berjalan baik jadi saya tenangkan sampai shalat subuh, imamnya mas Novel juga," katanya.
Indriyanto pun berkesimpulan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Bareskrim Novel berjalan cukup baik.
"Saya serahkan nomor telepon saya. Saya sampaikan kalau ada perlakukan-perlakuan di luar kewajaran terhadap penyidik KPK ini maka saya datang. Saya tanggung jawab penuh sebagai pimpinan KPK karena dia adalah bagian dari kelembagaan di KPK, khususnya sebagai penyidik. Kami tidak mau dan menghindari hal ini terjadi terus-menerus terhadap perkara lain KPK yang masih ada di Bareskrim," jelasnya lagi.
Ia juga mengaku sudah menghubungi Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, bahkan mendatangi rumah dinas Badrodin. Namun belum dapat bertemu karena Kapolri sedang menjalani tugas memantau pengamanan Hari Buruh Nasional.
Dalam surat penangkapan, disebutkan bahwa Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum selaku penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo. Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004.
Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.
Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu (iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.
Pada 5 Oktober 2012 lalu, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.
Namun pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.