REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat (Jabar), Hening Widiatmoko menilai saat ini buruh di Jabar belum sepenuhnya sejahtera. Terlebih masih ada pekerja sektor informal yang masih tertinggal.
"Sampai sekarang kesejahteraan (buruh) masih jauh, pekerja sektor informal masih tertinggal," ujarnya kepada wartawan di Bandung, Kamis (30/4).
Ia mengatakan, dasar indikator pendapatan buruh adalah upah minimum. Namun, apakah upah minimum itu diterima seluruhnya oleh buruh tanpa memikirkan lagi biaya kontrakan rumah, pendidikan anak pelayanan kesehatan dan lain-lain.
"Ini menjadi bagian pemikiran kita bersama. Karena upah yang diterima buruh itu relatif," katanya.
Oleh karena itu, ia menyambut baik adanya intruksi dari kemenpera yang akan menyerahkan perumahan rakyat ke pihak provinsi. Di Jabar sendiri ada 10 perumahan yang akan dibangun di Kabupaten Bandung, Karawang, Bekasi Sumedang.
Hening mengatakan, geliat para buruh dan pengusaha mengenai penetapan UMK ini sangat luar biasa. Seperti, penetapan Kabupaten Karawang yang UMK nya tertinggi di Jabar bahkan nasional. Padahal, kawasan industri lebih banyak di Kabupaten Bekasi.
"Itu harus ditinjau kembali apakah layak atau tidak (upah tertinggi di Karawang). Ini harus dievaluasi kembali," jelasnya.
Menurutnya nanti harus dilihat apakah ada hal yang dilanggar dari kesejahteraan pekerja itu ukurannya apa. Semenjak ditetapkanya UMK tertinggi di Karawang, Hening mengaku banyak pengusaha yang menggugat ke PTUN. Mereka tidak terima karena upah disana terlalu besar.
Seharusnya, tambah Hening, buruh dan pengusaha itu harus bisa saling mengerti. Jadi, kata dia, ada kewajiban pekerja dan kewajiban pengusaha. Jika pendapatan pengusaha masih kurang, itu bisa dikomunikasikan.
"Hubungan harmonis ketika dua-duannya berlapang dada," katanya.