Kamis 30 Apr 2015 02:00 WIB

Golkar Agung Laksono Keluarkan SP 1 untuk Anggota Komisi II

Rep: C82/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Leo Nababan (tengah)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Leo Nababan (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Golkar versi Munas Jakarta Leo Nababan mengatakan, pihaknya berencana memberikan surat peringatan kepada sejumlah anggota Komisi II fraksi Golkar. Hal tersebut, lanjut Leo, dikarenakan rekomendasi yang diberikan para anggota tersebut kepada KPU.

"Kami sudah merancang SP1 untuk anggota DPR Komisi II fraksi Golkar karena tidak pantas lagi duduk di sana, karena beliau menabrak UU yang dibuatnya," kata Leo di Kantor Golkar, Slipi, Jakarta, Rabu (29/4).

"Boleh saja punya subjektifitas tapi kenegarawanan juga dituntut sebagai anggota DPR. Jadi boleh ada pendukung ARB tapi jangan belokkan UU yang sudah diputuskan DPR itu sendiri," ujarnya lagi.

Leo mengatakan, anggota Komisi II dianggap menabrak UU karena telah memberikan rekomendasi pada KPU agar yang partai yang sedang berkonflik harus menunggu keputusan final dari pengadilan atau memiliki kekuatan hukum yang tetap (incrath). Ia menyebutkan, salah satu yang akan mendapatkan SP adalah Ketua Komisi III Rambe Kamarul Zaman.

Ia pun mengingatkan KPU untuk mengikuti peraturan perundangan yang ada. Berdasarkan UU parpol, lanjutnya, kepengurusan Golkar yang sah adalah yang mendapatkan SK Menkumham, yakni kepengurusan Agung Laksono.

"Saya ingatkan KPU untuk ikut jalan yang benar. Tidak usah didengar, abaikan saja rekomendasi yang menyesatkan. Karena bisa menjalar ke parpol lain. Bisa kacau perpol di negara ini," ujarnya.

Mengenai kelanjutan nasib Setya Novanto, Ade Komaruddin dan Bambang Soesatyo yang sudah diberikan SP2 oleh kubu Agung, Leo mengatakan, jika peringatan tersebut berlanjut, maka ketiganya akan diberhentikan dari DPR.

"Nanti kalau SP3, cabut kartu anggota. Dia tidak bisa jadi anggota DPR lagi, maka harus dikocok ulang," ujar Leo.

Leo pun mengatakan, pihaknya yakin, tidak akan terjadi konflik di level bawah menjelang pelaksanaan Pilkada. Hal tersebut, lanjutnya, akan tercapai jika semua pihak berpedoman pada aturan hukum yang berlaku.

"Kalau kita tetap strict pada UU Parpol bahwa yang ikut Pilkada adalah yang punya SK Menkumham maka Golkar tetap satu. Persoalan ini hanya tingkat pusat, tidak ada di daerah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement