REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Aparat Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur menggagalkan pengiriman enam calon TKI ke Malaysia secara ilegal yang dilakukan oleh tersangka AK alias Dul yang pernah bekerja di PPTKIS selama dua tahun.
"Tersangka AK alias Dul memberangkatkan calon TKI secara perorangan, padahal perorangan dilarang bertindak seperti PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta)," kata Kasubdit IV/Tipiter Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Maruli Siahaan di Surabaya, Selasa.
Didampingi Pj Kabid Humas Polda Jatim AKBP Dwi Setyoharini, ia menjelaskan polisi menangkap tersangka AK di Bandara Juanda Surabaya melalui kerja sama dengan pengamanan Bandara Juanda dan Pomal (Polisi Militer TNI Angkatan Laut) yang bertindak terlebih dulu.
"Awalnya, petugas mendapat informasi dari seorang wartawan tabloid yang kebetulan berada di Bandara Juanda bahwa ada enam calon TKI akan berangkat ke Malaysia melalui Bandara Juanda," katanya.
Menanggapi informasi itu, petugas langsung melakukan koordinasi dengan sekuriti Bandara Juanda dan Pomal untuk menghentikan tindakan tersangka, lalu petugas pun menangkap tersangka AK bersama keenam calon TKI.
"Keenam calon TKI yang ditangkap bersama tersangka yang berasal dari Probolinggo adalah YK asal Probolinggo, KH asal Jateng, ER dan IE asal Malang, IS asal Kediri, dan MZ asal Nganjuk," katanya.
Menurut dia, para calon TKI mau dirayu tersangka AK karena diberi iming-iming gaji Rp3 juta per bulan sebagai pekerja rumah tangga atau kuli bangunan.
"Untuk keberangkatan ke Malaysia itu, para korban membayar Rp9 juta untuk pengurusan paspor dan tiket pesawat Surabaya-Kuala Lumpur, lalu setiba di Malaysia akan dijemput 'tekong' di negeri jiran itu," katanya.
Dalam proses penangkapan itu, petugas menyita barang bukti dari tersangka berupa empat paspor calon TKI, dua lembar tiket pesawat, dan sebuah "handphone" (HP).
"Barang bukti lain masih dibawa calon TKI yang sudah kami pulangkan terlebih dulu, namun kami juga akan mengembangkan penyelidikan untuk melacak 'tekong' di Malaysia yang bekerja sama dengan tersangka AK," katanya.
Ia menambahkan tersangka AK dijerat dengan Pasal 102 Ayat (1) huruf (a) juncto Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dengan ancaman hukumannya 2-10 tahun.
"Yang jelas, kalau PPTKIS resmi itu merupakan PT, memiliki izin dari Disnaker, dan memenuhi sejumlah persyaratan, seperti pelatihan, cek kesehatan, batas minimal umur, dan sebagainya," katanya.
Secara terpisah, tersangka AK mengaku biaya Rp9 juta itu merupakan biaya paspor dan tiket serta "fee" untuk dirinya Rp3 juta per-orang. "Paspor dan tiket itu saya sendiri yang mengurus dengan syarat dari mereka (calon TKI)," katanya.
Dalam kesempatan itu, AK bercerita dirinya pernah bekerja pada PPTKIS yang resmi di Probolinggo selama dua tahun. "Jadi, saya baru pertama kali ini mencoba untuk mengirim sendiri, tapi ketahuan," katanya.