REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan agar Sekretariat Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertempat di Sekretariat Negara untuk menghindari tekanan dan intervensi dari kepentingan politik yang antipemberantasan korupsi.
"Pemilihan Sekretariat Pansel Capim KPK adalah sepenuhnya hak prerogatif Presiden. Pengalaman sebelumnya, Sekretariat Pansel pernah di Kemenkumham dan Kementerian PAN RB," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Adnan Topan Husada dihubungi di Jakarta, Selasa (28/4).
Adnan mengatakan secara umum menteri atau pejabat yang memimpin tempat kesekretariatan Pansel Capim KPK secara ex officio menjadi ketua pansel. Karena itu, harus dipilih kementerian yang bebas dari kepentingan, terutama terhadap KPK.
Namun, ICW mencatat, dua kementerian yang sebelumnya menjadi sekretariat, yaitu Kemenkumham dan Kementerian PAN RB, saat ini dipimpin menteri yang berasal dari partai politik. "Menkumham Yasonna Laoly berasal dari PDI Perjuangan dan Menteri PAN RB Yudhi Crisnandi berasal dari Partai Hanura," tuturnya.
Karena itu, untuk menghindari politisasi dalam proses seleksi calon pimpinan KPK, ICW mengusulkan sekretariat pansel ditempatkan di Setneg sekaligus menunjuk Mensesneg Pratikno sebagai ketua pansel.
"Kami menilai Pratikno adalah figur nonpartai yang berintegritas, kredibel dan memiliki komitmen terhadap gerakan antikorupsi," ujarnya.
Salah satu sinyal bahwa Pratikno berkomitmen terhadap gerakan antikorupsi adalah pernyataannya ketika pencalonan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai kapolri beberapa waktu lalu bermasalah karena penetapan status tersangka oleh KPK.
"Ketika itu, Pratikno menyarankan Budi Gunawan untuk mengundurkan diri dari pencalonan. Itu menunjukkan komitmennya dalam gerakan antikorupsi daripada kebanyakan anggota DPR yang justru menyetujui Budi Gunawan menjadi kapolri," katanya.