REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Presiden Joko Widodo dijadwalkan meninjau lokasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, dengan menggunakan helikopter setelah mendarat di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 29 April 2015.
"Presiden Jokowi kemungkinan meninjau lokasi PLTU Batang tapi lokasinya saya belum tahu, tapi ada agenda ke sana," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Senin (27/4).
Setelah meninjau lokasi proyek PLTU Batang, Presiden Jokowi akan melakukan peletakan batu pertama pembangunan rumah susun sederhana sewa yang diperuntukkan bagi kalangan pekerja di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Terkait dengan perkembangan rencana pembangunan PLTU Batang, Ganjar menjelaskan bahwa saat ini masih dalam proses menuju konsinyasi guna pembebasan lahan milik warga seluas 19 hektare.
Menurut Ganjar, ada kepentingan yang lebih besar yang harus segera diselesaikan terkait keterasediaan pasokan listrik di Pulau Jawa dan Bali pada beberapa tahun ke depan. "Pada 2017, kita akan mengalami krisis listrik sehingga pembangunan PLTU Batang harus segera direalisasikan," ujarnya.
Ganjar mengakui ada regulasi yang harus disesuaikan terkait proyek pembangunan PLTU Batang maka ada tim yang mengkaji satu persatu agar tidak saling berbenturan saat diimplementasikan di lapangan. Sebelumnya, Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera melakukan konsinyasi lahan milik warga yang terkena proyek pembangunan PLTU Batang.
"Segera kita laksanakan (konsinyasi) pada minggu ini atau minggu depan, jumlahnya sedikit sekali, hanya dua atau tiga orang saja karena yang lain tidak jadi kita bebaskan," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pembayaran konsinyasi terkait dengan pengadaan lahan PLTU Batang yang berkapasitas 2 x 1.000 megawatt itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum.
Menurut dia, pembayaran ganti rugi dengan cara konsinyasi perlu dilakukan secepatnya karena proses pembebasan lahan tidak berjalan seperti rencana semula.