Senin 27 Apr 2015 09:33 WIB

Fatayat NU: Setop Kekerasan kepada Perempuan

Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Pengurus Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama Kabupaten Jember, Jawa Timur, menyerukan kepada semua pihak untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan. Sebab saat ini kekerasan mengancam perempuan dan anak di mana pun mereka berada, baik di rumah, sekolah, tempat kerja, maupun di tempat ibadah.

"Kami mengajak masyarakat, tokoh, pemuka, guru, dan lembaga pendidikan untuk melawan semua bentuk kekerasan, baik pada wilayah domestik maupun publik," kata Sekretaris Pengurus Cabang Fatayat NU Jember Linda Dwi Eriyanti usai acara Harlah Ke-65 Fatayat NU di Jember, Ahad (26/4).

"Perempuan sering menjadi korban dari berbagai bentuk kekerasan langsung berupa kekerasan fisik dan kekerasan psikis," tuturnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, lanjut dia, kekerasan bisa dijumpai di mana saja dan seolah-olah kekerasan menjadi sebuah keniscayaan yang sudah dianggap sebagai kebiasaan.

"Ini yang menjadi keprihatinan kami dari Fatayat NU Jember yang sejak awal berdiri berkomitmen untuk membangun kehidupan masyarakat yang sejahtera dan adil gender," paparnya.

Jumlah kekerasan terhadap perempuan dalam catatan tahunan Komnas Perempuan 2015 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, yakni pada tahun 2012 sebanyak 216.156 kasus yang dilaporkan, pada tahun 2013 menjadi 279.688, dan pada tahun 2014 menjadi 293.220 kasus.

Ia menjelaskan, maraknya perdagangan perempuan dan prostitusi di Jember juga berkontribusi terhadap penyebaran virus HIV/AIDS. Bahkan beberapa penderitanya adalah ibu rumah tangga yang tertular dari suaminya.

"Kami juga mengajak semua pihak untuk peduli pada kesehatan reproduksi perempuan demi generasi masa depan," tuturnya.

Fatayat NU Jember juga mendesak pemerintah menyediakan fasilitas-fasilitas publik yang ramah dan aman bagi perempuan dari tindakan kekerasan, baik fisik maupun nonfisik.

"Kami juga mendorong Pemkab Jember untuk menciptakan kebijakan yang sensitif gender, mulai dari penyusunan hingga pelaksanaannya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement