Rabu 22 Apr 2015 20:47 WIB

Fahira Idris: Ahok Mengada-ada Mau Bikin Toko Khusus Miras

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Setelah mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa tidak ada salahnya mengonsumsi bir, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kini berencana membuka toko khusus penjualan minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) di Jakarta.

Rencana ini dinilai mengada-ada dan berlebihan, karena sesuai Permendag 06/2015, supermarket/hypermarket masih diperbolehkan menjual minol dengan syarat mematuhi berbagai aturan yang telah ditetapkan. Ide ini diungkapkan Ahok setelah bertemu asosiasi pedagang minuman beralkohol.

“Ahok jangan mengada-ada lah. Dia gubernur seluruh warga Jakarta atau hanya gubernur segelintir pedagang minol yang dalam pikirannya hanya mengejar keuntungan saja. Di Permendag sudah jelas dikatakan kalau supermarket atau hypermarket masih boleh menjual minol. Saya heran, Gubernur kita ini terobsesi sama bir atau gimana ya?,” tukas Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) Fahira Idris di Jakarta (18/04).

Fahira juga membantah pernyataan Ahok yang mengatakan ada pengecualian penerapan Permendag di beberapa kota tertentu yang terkesan mengerucut ke arah agama tertentu. Berkali-kali, kata Fahira, Mendag Rachmat Gobel mengatakan, aturan ini berlaku di semua wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Sementara, jika pelarangan ini dikaitkan ke agama tertentu dalam hal ini Islam, Ahok sudah berprasangka tanpa dasar.

Fahira menjelaskan bahwa Kabupaten Manokwari yang mayoritas Kristen, sejak 2006 punya Perda Anti Miras yang melarang semua jenis minol termasuk yang tradisional dan racikan (obat, air kelapa, jenis kimiawi lainnya) diproduksi, diperdagangkan, dan dikonsumsi di semua wilayah yang masuk dalam yurispendensi Kabupaten Manokwari. Melarang semua jenis minol ini adalah reaksi dan inisiatif pemerintah kabupaten bersama masyarakat terutama para ibu, akibat banyaknya dampak buruk miras yang sangat menganggu ketertiban umum di Manokwari.

Bahkan, lanjut Fahira, ketegasan kalau kabupaten ini anti miras dapat dilihat dari pertimbangan dalam membuat perda yaitu  dalam rangka mengaktualisasikan Manokwari sebagai daerah masuknya Injil pertama kali di tanah Papua, maka perlu dilakukan pelarangan terhadap semua aktivitas terkait miras.

“Minol/miras itu persoalan kita semua. Persoalan semua agama karena memang dampak merusaknya luar biasa. Janganlah melempar prasangka-prasangka yang bisa memancing amarah umat. Untuk persoalan lain Ahok mungkin paling pintar, tapi untuk miras, maaf saja, beliau nggak ngerti apa-apa dan saya sarankan lebih baik diam,” tegas Senator asal DKI Jakarta ini.

Fahira mengatakan, kebijakan Mendag Rachmat Gobel yang melarang minimarket seluruh Indonesia menjual minol wajib didukung. Kebijakan adalah salah satu bentuk revolusi mental, mengingat selama bertahun-tahun, walau lokasinya berada di permukiman, dekat dengan sekolah, rumah sakit, terminal, stasiun, GOR, kaki lima, kios, penginapan/perkemahan remaja, minimarket tetap bandel menjual minol padahal sudah ada aturan yang melarangnya.

“Minimarket di Jakarta itu paling parah. Jangankan di permukiman, minimarket yang letaknya di depan mesjid dan bersebelahan sekolah saja berani jual minol, bahkan ke anak SMP sekalipun. Tapi anehnya, Pak Ahok nggak pernah marah-marah melihat ini. Jadi paradigma larangan ini melindungi anak-anak kita, makanya Pak Jokowi sendiri mendukung Permendag ini,” jelas Wakil Ketua Komite III DPD ini.

Menurut Fahira, berdasarkan riset yang dilakukan GeNAM, ditemukan keterkaitan yang erat antara tingkat konsumsi minol di kalangan remaja dengan menjamurnya minimarket yang bebas menjual minol. Jika pada 2007 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Departemen  Kesehatan jumlah remaja pengonsumsi miras di Indonesia masih diangka 4,9%, tetapi pada 2014 berdasarkan hasil riset yang dilakukan GeNAM jumlahnya melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement