REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam 'pidato kedaulatan' yang dibacakan di depan ratusan PNS di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Menteri Susi Pudjiastuti menyebut sosok RA Kartini. Hal ini bertepatan dengan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April 2015 ini.
Salah satu yang menarik perhatian Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi, dari kumpulan surat-surat 'Habis Gelap Terbitlah Terang' dan diangkat menjadi tema agenda kali ini adalah tentang makna kebebasan.
"Dalam kumpulan surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang, banyak kata dan kalimat yang beliau (RA Kartini) ucapkan, dengan sangat dalam arti-arti perkataan kemandirian, kebersamaan, kesetaraan tentang wanita dan pria. Tentang bahwa wanita punya opportunity sama. Di situ saya kuote pembicaraan tentang kebebasan," kata Susi dalam pidato kuncinya, Jakarta, Selasa (21/4).
Susi lantas menegaskan kebebasan tidak hanya dimaknai secara fisik. Bagi Susi, kebebasan sesungguhnya ialah kebebasan berfikir, berkreasi, berimajinasi, serta menelurkan ide-ide. Kebebasan berfikir, kata Susi, tidak memiliki ruang pembatas.
"Kebebasan pemikiran adalah kebebasan hakiki yang setiap orang bisa punya. Hanya kemauan kita yang bisa mengadakan itu," ujar dia.
Susi pun kemudian memberikan motivasi kepada para pegawai KKP untuk memiliki kemandirian berpikir, dan memiliki kebebasan berkreasi.
"Anda (boleh) terkungkung, terjepit dengan birokrasi, tatakrama dan pola kerja dan sebagainya. Tapi jika pola pikir, mind kita bebas dan mandiri, kita bisa berpikir dan berkreasi dan membuat sesuatu apapun yang kita mau dengan kebebasan cara berfikir," kata Susi.
Sementara itu bagi Susi, RA Kartini adalah wanita yang sangat luar biasa. Kartini dalam kungkungan, keterbatasan dan kehidupan pada saat itu yang jauh dari kata kebebasan bagi wanita, telah menjadi inspirasi bagi banyak wanita, termasuk Susi.
"RA Kartini bicara, ‘Ikhtiar, berjuanglah membebaskan dirimu. Jika engkau sudah bebas karena ikhtiarmu itu, barulah dapat engkau tolong orang lain.’ Sebuah arti tentang kebebasan yang sangat mendalam, yang dikatakan oleh seorang wanita yang terkungkung di balik ketertutupan budaya, ketertutupan budaya karena dia seorang wanita," lanjut Susi.