REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebaya di zaman RA Kartini sering dianggap menyimbolkan ketidakbebasan dan ketidakmerdekaan perempuan.
“Sebetulnya ia ingin sekali jalan dengan bebas, ingin keliling dunia, ingin bertemu orang-orang di luar, ingin menghidupkan organisasi, membuat sekolah, tapi dia tidak bisa,” ujar Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Mariana Amiruddin, Selasa (21/4).
Maka, tercetuslah kisah seolah-olah RA Kartini menentang penggunaan kebaya yang membuatnya sulit berjalan. Padahal, ujar Mariana, Kartini yang hidup pada masa kolonial Belanda justru berbicara soal kemerdekaan individu, perempuan, dan bangsa.
Ia menjelaskan, Kartini seperti hidup dalam penjara dan yang memenjarakan adalah lingkungannya sendiri. Sebagai keturunan bangsawan Jawa, kehidupan dan tingkah laku Kartini begitu diatur.
Hal itu yang menyebabkan ia hanya bisa menulis surat-surat yang kebetulan dikirimkannya ke seorang teman di Belanda.
“Ternyata isi suratnya luar biasa, wawasannya tentang dunia, tentang emansipasi sangat luar biasa,” jelasnya.