REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sisa kapur yang ada pada tambak di pesisir pantai, diperkirakan akan mempengaruhi kualitas budidaya rumput laut.
"Dalam perkiraan kami bahwa tidak ada kaitannya larangan ekspor dengan harga rumput laut turun," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemkab Tangerang Herry Wibowo di Tangerang, Selasa (21/4).
Herry mengatakan, harga rumput laut sekarang ini relatif mahal. Tetapi bagi nelayan yang menjual dengan kualitas kurang baik tentu harganya murah.
Masalah itu terkait harga rumput laut jenis Katoni yang semula Rp 17 ribu hingga Rp 18.500 per kg, belakangan turun menjadi Rp 14 ribu. Bahkan untuk jenis Gladium semula Rp 15 ribu per kg belakangan ini menjadi Rp 12 ribu dan Rp 11.500 per kg.
Sedangkan rumput laut jenis Grelesia hanya dihargai Rp 8.000 per kg. Padahal sebelumnya harga Rp 10 ribu hingga Rp 10.500 per kg. Untuk jenis Jombe hanya dihargai Rp 2.000 per kg yang sebelumnya Rp 5.000 per kg dan terakhir jenis Surga Sum hanya Rp 1.000 per kg yang sebelumnya Rp 4.000 per kg.
Akibatnya, petani kesulitan untuk memasarkan terutama bagi yang membudidayakan di areal tambak dekat Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo. Namun nelayan di Kronjo beralasan, penyebab harga rumput laut turun karena adanya larangan ekspor oleh pemerintah pusat.
"Alasan itu sudah tidak benar, rumput laut yang berkualitas tetap dijual mahal, tapi bagi yang membudidayakan pada areal sekitar tambak tentu berpengaruh," katanya.
Ia mengharapkan agar nelayan membudidayakan rumput laut segera membersihkan sisa kapur yang sebelumnya untuk tambak udang atau bandeng agar dapat hasil maksimal.