Ahad 19 Apr 2015 15:28 WIB
Konferensi Asia Afrika 2015

Di KAA, Indonesia Harus Selesaikan Utang Sejarah

Delegasi dari 86 Negara peserta Konferensi Asia Afrika berfoto bersama sesaat sebelum Senior Official Meeting di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Ahad (19/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Delegasi dari 86 Negara peserta Konferensi Asia Afrika berfoto bersama sesaat sebelum Senior Official Meeting di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Ahad (19/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) harus menjadi momentum untuk menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia guna memperkuat solidaritas bangsa-bangsa Asia Afrika dalam menghadapi ketidakadilan dunia.

"Dunia abad 21 masih menghadapi persoalan yang tidak jauh berbeda dengan abad 20 ketika KAA itu dicetuskan, yakni adanya tata pergaulan hidup yang tidak adil. Penjajahan dalam perspektif ekonomi tetap saja terjadi. Di sinilah kerja sama bangsa-bangsa Asia dan Afrika diperlukan untuk mendapatkan kemerdekaan dalam ranah ekonomi berupa kesejahteraaan yang berkeadilan," katanya, Ahad (19/4).

Untuk itu, kata Hasto, Indonesia yang pada tahun 1955 menjadi pelopor KAA, harus menggunakan momentum tersebut untuk menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia.

"Agar tatanan dunia baru yang lebih berkeadilan sebagaimana dicanangkan oleh Bung Karno melalui 'Conferences of the New Emerging Forces' atau CONEFO, benar-benar dapat diwujudkan," jelasnya.

Hasto mengatakan secara politik Indonesia harus terus menyelesaikan utang sejarahnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina dalam pengertian seluas-luasnya.

"Sebab satu-satunya peserta KAA yang belum mencapai kemerdekaan secara penuh tinggal Palestina," kata Hasto.

Kemudian secara ekonomi, Indonesia harus mendorong kerja sama ekonomi yang lebih berkeadilan, dengan menjadikan prinsip Dasasila Bandung sebagai sumber spirit dalam kerja sama di bidang ekonomi tersebut.

PDIP berharap agar kepemimpinan Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non-Blok, menjadi legitimasi sejarah di dalam memperkuat diplomasi Indonesia khususnya di dalam memperjuangkan tata perekonomian yang lebih berkeadilan.

"Inilah tantangan bagi Pemerintahan Jokowi-JK," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement