Sabtu 18 Apr 2015 14:31 WIB

Masalah TKI Terulang, BNP2TKI: Akibat Tumpang Tindih Kebijakan

Rep: Hilyatun Nishlah/ Red: Ani Nursalikah
TKW Arab Saudi yang dieksekusi, Rabu (14/4), Siti Zaenab
Foto: antara
TKW Arab Saudi yang dieksekusi, Rabu (14/4), Siti Zaenab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Berkali-kali masalah perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI)  menjadi peristiwa yang memilukan bagi Indonesia. Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid hal itu dikarenkan adanya tumpang tindih kebijakan antara dua instansi pemerintahan.

"Tidak usainya masalah TKI ini dan terus berulangnya maslaah ini karena ada dua kebijakan yang saling tumpang tindih, yaitu antara Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI," ujarnya dalam seminar "Elig Untuk TKI" di Jakarta, Sabtu (18/4).

Poin utama lainnya pada permasalahan TKI ini, karena semua polemik dan masalah yang ada bermuara di hulu. Bermula pada saling tumpang tindihnya dua kebijakan dua instansi itu.

Ditambah dengan banyaknya TKI yang tidak berkompeten tetapi, terpaksa dan dipaksa dikirim bekerja ke luar negeri.

Hal ini diungkapkannya, mengingat dua tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang dieksekusi mati oleh otoritas Arab Saudi, beberapa hari yang lalu. "Banyak dari mereka yang belum siap diberangkatkan ke luar negeri, terpaksa harus dikirimkan karena agensi di Indonesia sudah menerima bayaran sebelum pelatihan para pekerja ini usai."

Nusron mengatakan seharusnya, sebelum mengutamakan kontrak, para pekerja berhak mendapatkan pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu. Kemudian, ketika siap baru dikirim bekerja.

Ia menyebutkan, terdapat dua 'S' yang perlu diperhatikan dan dilakukan. Pertama, menata ulang sistem  //service agreement and governance//.

Menurut dia, hal itu sudah seperti permasalahan klasik di setiap pemerintahan mana pun, termasuk di Indonesia. Pasalnya, hingga saat ini masih belum adanya pengawasan terpadu sehingga tidak ada kejelasan siapa yang bertugas mengawasi agensi-agensi itu.

Nusron menegaskan, ke depannya BNP2TKI akan membentuk sistem //employment services officer// (ESO) yang akan diberlakukan pada 1 Juni tahun ini.

Kedua adalah sinten, yang berkaitan tentang uji psikologi karena selama ini belum pernah ada regulasi yang sah. Oleh karenanya, BNP2TKI mendesak Menaker segera memproses dan mensahkannya.

Menurut dia, hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengubah jenis kontrak yang selama ini ada. "Sudah saatnya, kontrak tidak lagi atas nama individu melainkan, perusahaan atau serikat agar ada kejelasan penempatan, keberadaan dan kondisi pekerja kita di sana," ujar Nusron

Selama ini, kontrak yang digunakan oleh TKI adalah kontrak individu, sehingga Indonesia tidak memiliki posisi //bairgaining// yang kuat. Tentunya, hal itu membuat Indonesia sulit memprosesnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement