REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sabine Atlaoui, istri terpidana mati Sergei Atlaoui, menyatakan suaminya bukan seorang bandar narkoba dan ahli kimia.
"Presiden Joko Widodo, saya ingin menyapa Anda dengan rendah hati dan menyampaikan bahwa suami saya bukan seorang gembong narkoba, bukan seorang ahli kimia," kata Sabine dalam konferensi pers yang juga dihadiri oleh Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corinne Breuze di Jakarta, Jumat (17/4).
Dia berupaya meyakinkan bahwa suaminya tidak pantas menerima hukuman mati dan meminta keadilan ditegakkan. Sabine menceritakan bahwa suaminya adalah seorang ayah dari empat anak, yang selalu mengajarkan kepada anak-anaknya rasa hormat, kasih sayang dan juga kerja keras.
"Saya mengetuk lubuk hati Anda (Presiden Jokowi) yang paling dalam, agar suami saya tidak dieksekusi, terima kasih," ucap Sabine menutup pernyataannya.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corinne Breuz pada kesempatan yang sama mengatakan dirinya masih percaya dan yakin bahwa Serge Atlaoui tidak dieksekusi mati. "Prancis mengikuti perkembangan kasus ini, dan saya percaya Serge Atlaoui tidak dieksekusi," katanya.
Serge Atlaoui, warga negara Prancis, divonis mati pada 2007 oleh MA setelah dia bersama beberapa orang lainnya dinyatakan terlibat dalam pengoperasian pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Hukuman mati di tingkat kasasi tersebut lebih berat daripada vonis di Pengadilan Negeri Tangerang 2006 dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2007, yang menyatakan Atlaoui harus menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Namanya masuk dalam daftar narapidana yang akan dieksekusi mati oleh Kejaksaan Agung RI setelah grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 35/G tahun 2014.