Jumat 10 Apr 2015 18:03 WIB

Hadi Poernomo Tiga Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bayu Hermawan
  Ketua BPK Hadi Purnomo (kiri) bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo usai pertemuan di Kantor BPK, Jakarta, Senin (7/10). (Republika/Prayogi)
Ketua BPK Hadi Purnomo (kiri) bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo usai pertemuan di Kantor BPK, Jakarta, Senin (7/10). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo kembali tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melalui pengacaranya, Maqdir Ismail, Hadi beralasan bahwa saat ini ia sedang mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka.

"Beliau (Hadi) tidak hadir, karena sedang mengajukan praperadilan. Pagi tadi, kolega kami Yanuar P Wasesa (tim kuasa hukum Hadi) datang untuk menyampaikan alasan ketidakhadiran ke KPK," katanya kepada wartawan, Jumat (10/4).

Hadi Poernomo dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 1999. Ketidakhadiran ini merupakan yang ketiga kali dalam pemanggilannya sebagai tersangka.

Pada pemanggilan pertama sebagai tersangka, Kamis (5/3), Hadi tak memenuhi panggilan lembaga antikorupsi itu tanpa alasan yang jelas.

Kemudian pada pemanggilan kedua, Kamis (12/3) atau tujuh hari setelah pemanggilan pertama, dia beralasan sakit mendadak. Dan hari ini dipemanggilan ketiga, Hadi tak hadir beralasan sedang mengajukan gugatan praperadilan.

Hadi ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004. Hadi diduga mengubah keputusan sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 375 miliar.

Dia diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan BCA selaku wajib pajak pada 1999. Hadi juga diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA.

Akibat perbuatannya, KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement