REPUBLIKA.CO.ID, SITARO -- Kader PDI Perjuangan dari Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Djibton Tamudia menilai, revolusi mental yang didengung-dengungkan sejak kampanye pilpres hingga saat ini baru sebatas slogan, belum nampak dalam aksi nyata.
"Masih terbungkus tampak indah, bagus kedengaran tapi belum terlihat penerapan apa yang disebut revolusi mental itu," kata Tamudia yang adalah Ketua DPC PDIP Sitaro, Rabu (8/4)
PDI Perjuangan sebagai partai yang memerintah (the rulling party), kata Tamudia perlu mengingatkan dan turut serta menjabarkan Revolusi Mental dalam bentuk program dan aksi nyata. Tentu harus didahului dengan sosialisasi hingga tingkatan terendah.
Tidak hanya revolusi mental, Tamudia juga menyorot visi Trisakti juga program Nawa Cita yang diusung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang penerapannya mulai melenceng dari harapan rakyat
"Perpres tentang tunjangan pengadaan mobil pejabat negara adalah contoh nyata. Kalau tidak diributkan mungkin tetap jalan, tidak dicabut. Belum lagi kebijakan naik-turun harga BBM yang menimbulkan ketidakpastian," katanya.
Dia mengingatkan pemerintah untuk peka terhadap tanggapan publik yang mulai negtif atas berbagai kebijakan. Hal ini akan semakin meluas jika tidak dibenahi dan mengikis kepercayaan publik.
"Rakyat mudah menaruh percaya dan menggantungkan harapannya, tapi juga akan sangat mudah menarik kembali dan tidak canggung memberi penghukuman politik di pemilu berikutnya," kata Tamudia
Menurutnya, Kongres PDIP di Bali harus dijadikan momentum strategis untuk memberi dorongan kepada pemerintah agar segera menjabarkan revolusi mental, tri sakti dan nawa cita dalam tindakan nyata. Agar rakyat merasakan dan mendapatkan manfaatnya.