Rabu 08 Apr 2015 05:01 WIB
Situs Islam Diblokir

Seharusnya Dewan Pers Lindungi Semua Organisasi Pers

Rep: C23/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Protes netizen atas pemblokiran situs media Islam.
Foto: facebook
Protes netizen atas pemblokiran situs media Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Anang Sudjoko  menyatakan seharusnya Dewan Pers tak hanya mengacu peraturan Undang-Undang No 40 tahun 1999 untuk urusan administratif. Walaupun dalam undang-undang diterangkan sebuah lembaga pers harus berbadan hukum.

Ia menyatakan hal tersebut terkait pemblokiran 23 situs yang dianggap radikal. "Karena Dewan Pers juga harus mempertimbangkan UUD 1945 pasal 28 yang mengatur soal kebebasan berserikat, berekspresi, dan berpendapat," tutur Sudjoko pada ROL, Selasa (7/4). 

Jadi, tambahnya, setiap indvidu berhak melakukan kegiatan jurnalistik. "Hal ini seperti citizen journalism (jurnalisme warga)," katanya.

Sudjoko berharap Dewan Pers tak mengotak-kotakan organisasi pers hanya karena peraturan adaministratif yang tertuang dalam Undang-Undang Pers. "Jadi hanya karena mereka (situs islam) tidak berbadan hukum bisa serta-merta diblokir," tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo menghimbau pada pemilik situs yang diblokir agar melapor pada Dewan Pers jika merasa telah menjalankan unsur jurnalistik dalam pemberitaannya. Dia mengatakan, jika memang terdapat unsur jurnalistik, Dewan Pers akan membela mereka.

Meski demikian, jika melihat konten yang dimuat dalam 22 situs Islam tersebut, Stanley menilai kebanyakan dari mereka tidak melahirkan produk jurnalistik. Sebab, dari 22 situs yang diblokir, kebanyakan tidak melakukan klarifikasi atas berita yang dimuat dan tak menjalankan Kode Etik Jurnalistik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement