Selasa 07 Apr 2015 10:52 WIB

DPR Minta Menkumham Buat Indikator Remisi Koruptor

Rep: C82/ Red: Ilham
Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman
Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman mengatakan, Menkum HAM harus membuat indikator yang jelas soal revisi remisi koruptor. Indikator tersebut penting saat melakukan audit untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan remisi.

"Harus ada langkah terobosan Menkumham buat indikator yang fokus, terukur, transparan dan akuntabel. Jangan tiba-tiba ini kok dapat, ini enggak. Setelah diusut ujung-ujungnya itu juga (karena uang)," kata Benny dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Menkumham di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/4) malam.

Benny mengatakan, remisi merupakan hak narapidana yang dijamin dalam Undang-undang. Namun, indikator yang tidak jelas membuat berbagai persoalan muncul, salah satunya adalah masalah transparansi, seperti terjadinya jual beli remisi. 

"Kita selalu dapat laporan tentang ini. Dulu kita tutup mata. Tapi kalau berlebihan juga kita mulai kasihan pada yang punya hak tapi tidak dapat (remisi) karena tidak dekat dengan orang-orang tertentu di dalam Lapas," ujarnya.

Selain itu, politikus Partai Demokrat itu mengaku pihaknya sering ke Lapas dan menanyakan ukuran pemberian remisi. Seringkali petugas Lapas menjawab ukurannya hanya baik. "Apa itu ukurannya? Kan subjektif sekali. Ketika kita ke Lapas ada keluhan 'saya enggak dapat karena ini, ini dia dapat karena ini'," kata Benny.

Benny menekankan agar ada transparansi dalam pemberian remisi kepada tahanan. "Kami hanya sampaikan keluhan yang kami dapatkan. Kalau kami tidak ngomong nanti kami dibilang dapat bagian," ujarnya lagi.

Sementara itu, anggota Komisi III dari fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Sudding mengatakan, pihaknya mendukung revisi terhadap PP nomor 99 tahun 2012 karena menyangkut hak narapidana. Namun, senada dengan Benny, Sarifuddin meminta Menkum HAM untuk membuat suatu instrumen yang objektif, terukur dan adil. 

"Misalnya, ukuran berkelakuan baik itu bagaimana. Harus ada ukuran yang jelas dalam pemberian remisi agar tidak ada perdebatan. Apalagi napi korupsi. Jangan sampai ada pandangan-pandangan subjektifitas," kata Sarifuddin. 

Untuk diketahui, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly ingin menyusun kembali kriteria pemberian remisi untuk kasus-kasus pidana luar biasa dengan merevisi PP nomor 99 tahun 2012. Pada PP tersebut disebutkan napi kasus korupsi, narkotik, dan terorisme tidak berhak mendapatkan remisi atau pengetatan dalam pemberian remisi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement