Senin 06 Apr 2015 13:35 WIB

Kisruh Golkar Perlu Penyelesaian Politik Melalui Hak Angket

Rep: c09/ Red: Bilal Ramadhan
 Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly mengumumkan hasil putusan konflik Golkar oleh Kemenkumham di Jakarta, Selasa (16/12).  (Republika/Agung Supriyanto)
Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly mengumumkan hasil putusan konflik Golkar oleh Kemenkumham di Jakarta, Selasa (16/12). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerhati hukum tata negara, Said Salahudin, menilai konflik Partai Golkar perlu diselesaikan melalui proses politik, selain melalui proses hukum. Sebab, konflik internal partai berlambang beringin itu berpotensi untuk menurunkan kinerja legislatif.

“Jika Fraksi Partai Golkar di DPR RI dan DPRD terganggu karena adanya konflik kepengurusan, maka pada tingkat tertentu dapat berakibat pada menurunnya kinerja lembaga legislatif,” ujar Said, Senin (6/4).

Proses penyelesaian melalui jalan politik juga terkait dengan masalah Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang mengesahkan kubu Agung Laksono dan ditunda pelaksanaannya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurutnya, tidak ada yang keliru ketika anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dan fraksi-fraksi lainnya ingin menggunakan hak konstitusionalnya. “Hal tersebut dilakukan dengan cara mengajukan hak angket kepada Presiden atau Menkumham,” jelasnya.

Ia menuturkan, apabila dalam proses penyelidikan DPR ternyata ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Menkumham dalam melaksanakan UU Partai Politik, maka bisa saja DPR merekomendasikan kepada Presiden untuk mencabut SK Menkumham itu. Bahkan DPR sekaligus merekomendasikan kepada Presiden untuk memberhentikan Menkumham, Yassona Laoly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement