Ahad 05 Apr 2015 20:53 WIB
Situs Islam Diblokir

BNPT: 22 Situs Islam (juga) Memuat Berita Positif

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Maman Sudiaman
Situs diblokir.  (ilustrasi)
Foto: EPA/Jagadeesh Nv
Situs diblokir. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Saud Usman Nasution mengakui, 22 situs Islam yang telah diblokir juga memuat berita-berita positif.

Oleh karenanya, Saud mengaku, dalam surat yang dikirimkan BNPT pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pihaknya tak meminta agar semua situs tersebut diblokir. 

Seperti Hidayatullah.com, Saud mencontohkan, hanya ada dua berita yang BNPT anggap mengandung materi negatif. Sisanya, masih dalam koridor yang benar.

"Hidayatullah ada dua. Kami tidak minta untuk diblokir, hanya dua berita itu tolong untuk dihapus atau diralat," ujarnya dalam sebuah forum diskusi di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jalan Kalibata Timur, Ahad (5/4).

Meski demikian, pada kenyataannya Kemenkominfo tetap melakukan pemblokiran pada Hidayatullah.com. Padahal, menurut Saud, pemblokiran harusnya menjadi langkah terakhir. Sebab, Menkominfo sebagai regulator harusnya menelaah lagi laporan mengenai konten negatif dari situs Islam yang diadukan. Hal itu, sambung Saud, telah diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2014.

"Kami menyampaikan ada beberapa tulisan dalam situs yang kami nilai bernuansa negatif. Aturan dalam PP itu Menkominfo dan timnya memonitor dan melihat apa itu negatif. Kalau menurut mereka negatif baru mereka sampaikan pada pemilik situs untuk dihapus," ucapnya.

Berbicara terpisah, Pemimpin Redaksi Hidayatullah.com Mahladi menjelaskan dua tulisan yang dianggap berkonten negatif oleh BNPT. Menurut dia, Hidayatullah.com memang pernah menurunkan sebuah tulisan tentang komentar seorang tokoh yang mendukung ISIS.

"Sah-sah saja kan kalau kami memberi tahu kalau tokoh ini mendukung ISIS. Bukan berarti kami mengajak orang untuk bergabung dengan ISIS," kata Mahladi seraya menegaskan bahwa pihaknya tak menyebarkan paham radikalisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement