REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi cara memblokir situs yang diduga menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme.
"Ke depan sebaiknya dievaluasi mengenai caranya itu, jangan begitu," kata Jimly di Komplek Istana Kepresidenan, Rabu (1/4).
Ia menyebutkan penjelasan pemerintah mengenai langkah memblokir situs-situs itu memang harus didengarkan dulu karena tentu ada pertimbangan-pertimbangan positifnya.
Tetapi, cara pemerintah yang secara tiba-tiba memblokir situs Islam haruslah diubah. Ia bahkan menilai cara tersebut mencerminkan pemerintah hanya ingin gampangnya saja tanpa memikirkan dampak setelah keputusan tersebut.
"Sikat dulu, urusan belakangan, itu mau ambil mudahnya saja. Ke depan harus dievaluasi," katanya.
Meski begitu, Jimly menyatakan setuju dengan adanya langkah blokir terhadap situs yang memang berbahaya termasuk pornografi.
"Tindakan untuk memblokir setiap tiga bulan, itu tidak apa-apa karena para penjahat juga canggih juga, setiap minggu bikin inovasi juga," katanya.
Sementara itu terkait penyebaran paham radikal, Jimly mengatakan semua warga bangsa khususnya umat Islam Indonesia agar tidak terpengaruh oleh Negara Islam Iraq dan Syria (ISIS). Menurut dia, itu sama dengan penipuan psikologis sehingga tidak perlu percaya kepada ISIS.
"ISIS itu ciptaan bersumber dari krisis internal di Iraq. Islam itu hanya bumbu atau merk yang sengaja dipakai untuk menarik simpati dan keterlibatan dunia Islam pada umumnya," katanya.