Ahad 29 Mar 2015 18:25 WIB

ICW Tolak Revisi PP Remisi Koruptor Kecuali...

 Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Juntho
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Juntho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) tetap menolak rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang pemberian remisi bagi terpidana kasus luar biasa.

Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho mengatakan pihaknya curiga ada niat tidak baik dibalik rencana revisi PP No 99/2012. Menurutnya bukan tidak mungkin revisi ini merupakan titipan, agar para koruptor bisa mendapat keringanan hukum.

"Kami mencurigai menteri mengakomodasi keinginan pihak tertentu, apakah itu politisi atau koruptor, atau siapa. Sebab usulan ini munculnya secara tiba-tiba," ujarnya di Jakarta, Ahad (29/3).

Emerson melanjutkan, seharusnya Yasonna yang baru menjabat sebagai menteri selama beberapa bulan fokus dalam menguatkan pemberantasan korupsi, dan memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memberantas korupsi.

"Perjalanan Menkumham kurang dari setengah tahun, tapi tidak pro pemberantasan korupsi, pro kepentingan koruptor," katanya.

Emerson juga membantah alasan Menkumham bahwa rencana revisi itu untuk menghilangkan diskriminasi terhadap warga binaan, dan sesuai dengan HAM. Ia pun meminta Yasonna untuk kembali membaca sejarah perjalanan peraturan tersebut.

"Begini, PP ini prnah diajukan judicial review di MA, di tahun 2013 dan itu tidak ada pelanggaran HAM. Artinya Menkumham harus baca sendiri, inikan rezim yang beda, menurut saya Pak Yasonna harus baca soal itu," tegasnya.

Emerson kemudian menegaskan bahwa pihaknya tidak setuju perombakan peraturan tersebut, kecuali terpidana korupsi benar-benar terbukti bisa dicap sebagai justice collaborator.

"Kalau ICW, kita menolak kecuali dia justice collaborator. Kenapa enggak fokus membersihkan korupsi di masyarakat, kok lebih ke PP, kok jadi aneh," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement