REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA—Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak menerbikan sertifikat di luar nama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, terkait lahan Pekan Raya Promosi Pembangunan (PRPP) Jawa Tengah.
Hal ini ditegaskan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan usai meresmikan penggunaan kantor baru BPN Kota Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (26/3). Terkait persoalan PRPP, ungkap Ferry, BPN RI melihat fasilitas tersebut sebagai aset negara.
Karena asal-muasal, sejarah dan riwayat lahannya juga sudah jelas. Lahan yang ada merupakan aset daerah.
Dahulu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah ingin memiliki tempat pamer dan promosi potensi daerahnya, dengan membangun kawasan PRPP. Fasilitas ini dibangun di lahan milik negara.
Makanya, tambah Ferry, pihaknya memastikan tidak ada sertifikat atas lahan PRPP selain atas nama pemerintah daerah, dalam hal ini adalah Pemprov Jawa Tengah. “Karena sejarahnya jelas,” tambahnya.
Seperti diketahui, dalam perkara bernomor 327/Pdt.G/2014/PN.SMG, PT Indo Perkasa Usahatama (IPU) menggugat Gubernur Jawa Tengah, Yayasan PRPP dan PT PRPP Jawa Tengah. Gugatan ini juga dialamatkan kepada BPN RI, BPN Jawa Tengah dan BPN Kota Semarang. PT IPU menganggap perjanjian pengelolaan lahan PRPP telah merugikan pihaknya.
Sehingga Pemprov Jawa Tengah harus mengganti kerugian materiil sebesar Rp 789 miliar dan imateriil sebesar Rp 873 miliar. Dalam perkara ini, eksepsi Gubernur Jawa Tengah tidak dikabulkan.
Sementara itu, dalam peresmian kantor BPN Kota Salatiga ini Ferry meminta agar jajaran karyawan BPN tetap ramah, murah senyum dalam menghadapi keluhan masyarakat. “Karena kantor BPN dibangun untuk keramahan dan pelayanan yang lebih baik,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN juga menyerahkan sertifikat sebagai bukti kepemilikan atas lahan milik pemerintah daerah. Diantaranya, sertifikat lahan untuk Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan.
Termasuk sejumlah sertifikat kepemilikan hak atas fasilitas sosial (fasos). Antara lain, yang diterbitkan atas nama masjid dan beberapa pondok pesantren (ponpes) di Jawa Tengah.