Kamis 26 Mar 2015 14:02 WIB

Utilisasi Rumput Laut Dalam Negeri Masih Rendah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Satya Festiani
Rumput Laut
Foto: Edi Yusuf/Republika
Rumput Laut

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Sasmoyo S. Boesari mengatakan, utilisasi bahan baku rumput laut di dalam negeri masih rendah yakni sekitar 60 persen dari total keseluruhan produksi. Hal ini disebabkan banyaknya bahan baku rumput laut kering yang di ekspor, padahal kebutuhan di dalam negeri masih belum mencukupi.

Total produksi bahan baku rumput laut kering mencapai 350 ribu ton per tahun, dan kebutuhan bagi industri sekitar 120 ribu ton per tahun. Sementara, bahan baku rumput laut kering yang di ekspor mencapai 160 ribu ton sampai 170 ribu ton per tahun.

"Kami bertekad untuk meningkatkan utilisasi sebesar 100 persen dan kita berharap industri rumput laut dalam negeri mendapatkan perlindungan dari pemerintah," ujar Sasmoyo di Jakarta, Kamis (26/3).

Sasmoyo mengatakan, utilisasi bahan baku rumput laut rendah karena terkendala oleh daya saing. Harga rumput laut yang di ekspor cenderung lebih mahal daripada harga di dalam negeri, sehingga produsen lebih banyak mengekspor. Harga rumput laut yang di ekspor sekitar 1500 dolar AS per ton. Sedangkan harga di dalam negeri sekitar Rp 12 ribu sampai Rp 13 ribu per kilogram.

Menurut Sasmoyo, pangsa pasar ekspor rumput laut terbesar yakni Cina. Negara tirai bambu tersebut juga memberikan insentif dan stimulus pajak sekitar 15 persen.

"Ekspor ini mempengaruhi harga rumput laut di dalam negeri, karena permintaan rumput laut di Cina menurun maka harga rumput laut dalam negeri juga turun," ujar Sasmoyo.

Untuk meningkatkan utilisasi diperlukan penyederhanaan regulasi di daerah. Menurut Sasmoyo, adanya otonomi daerah justru menimbulkan masalah, karena masing-masing daerah memiliki kebijakan yang berbeda. Selain itu, infrastruktur juga menjadi faktor penting dalam mengembangkan produksi rumput laut di Tanah Air.

Industri rumput laut tidak bisa didirikan di semua tempat karena membutuhkan air bersih dalam jumlah banyak, dan listrik yang memadai. Sasmoyo mencontohkan, daerah Nunukan memiliki potensi untuk menghasilkan rumput laut. Namun, setelah dilakukan studi kelayakan ternyata tidak sesuai karena jumlah air bersih dan listrik tidak memadai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement