REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dan tata negara, Margarito Kamis khawatir langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly melanjutkan wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, bisa mengganggu jalannya pemerintahan.
Menurutnya hal ini karen Presiden Joko Widodo dikabarkan telah menolak wacana yang digulirkan Yasonna tersebut. "Darimana hak Yasonna bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah?," kata Margarito pada Republika, Selasa (24/3).
Margarito melanjutkan, jika revisi tersebut tetap dilanjutkan, maka memperlihatkan Yasonna tidak menghargai, sekaligus mengambil tempat dan wewenang Presiden. Ia menjelaskan dalam Undang-Undang Kementerian sudah dijelaskan menteri adalah sekretaris presiden di pemerintahan.
"Namanya sekretaris itu pembantu. Jadi Yasonna harusnya patuh," ujarnya.
Agar pemerintah sehat kembali, lanjut Margarito, Jokowi bisa merubah kabinet menterinya. Dia mengatakan tindakan Yasonna bisa mengganggu jalannya pemerintahan. "Karena Presiden itu yang pegang kemudi. Macam apa negara ini kalau menteri dan presidennya tidak sejalan?," katanya lagi.
Sebelumnya, Yasonna Laoly mengatakan, wacana pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor tak akan berhenti. Baginya, hal itu merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki sistem peradilan pidana.
Saat ditanya persetujuan Presiden terkait hal ini, Yasonna justru berkilah. Menurutnya, wacana pemberian remisi tetap jalan terus.
"Itu sudah diwacanakan, jadi konsepnya itu bukan mengurangi tapi memperbaiki sistemnya," tandasnya.