REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mempertanyakan peran Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) yang membiarkan peredaran buku ajar bermuatan materi radikalisme.
Sebab, BNSP memiliki tugas untuk menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks pelajaran.
"Kenapa materi berbahaya seperti ini bisa lolos?" ujar Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris, dalam keterangan tertulis, Selasa (24/3).
Ia juga turut mempertanyakan peran penerbit dalam menyeleksi dan mengedit naskah buku ajar tersebut. Menurutnya, buku teks atau buku ajar adalah buku yang dirancang untuk diajarkan kepada murid di kelas yang disusun dan disiapkan dengan cermat oleh ahli atau pakar dalam bidang ilmu tertentu.
"Dengan tujuan intruksional dilengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah sehingga menunjang suatu program pengajaran," jelas dia.
Sebelumnya, muncul buku ajar pendidikan agama Islam (PAI) untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yang memunculkan kontroversi. Sebab, buku tersebut dinilai berisi materi radikalisme.
Mendikbud Anies Baswedan sendiri sudah menyatakan akan menarik buku-buku tersebut. Anies menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang menerapkan Kurikulum 2013 yang terburu-buru. Kemungkinan besar, ia mengatakan, penulis buku tersebut akan dikenakan sanksi.